BESTPROFIT FUTURES (6/7) - Keterkejutan
susulan dengan keputusan rakyat Inggris untuk berpisah dengan Uni Eropa
telah menyebar ke negara Eropa Timur dimana gerakan nasionalis
mengatakan keputusan Inggris telah memberikan kekuatan pada kampanye
mereka terhadap kebijakan migrasi Uni Eropa.
Hungaria akan
melaksanakan referendum dalam bulan-bulan mendatang untuk menentukan
apakah menolak rencana kuota wajib yang diajukan Kanselir Jerman Angela
Merkel yang akan memaksa Hungaria dan anggota Uni Eropa lainnya untuk
menerima sebagian pengungsi.
Oposisi terhadap rencana kuota wajib Uni Eropa terkait pengungsi
Attila Szigeti,
penduduk Bicske, sebuah kota yang terletak 37 kilometer sebelah barat
Budapest, mengatakan ia akan memilih untuk menolak kuota tersebut.
Di tahun yang lalu,
Szigeti, 28 tahun, menyaksikan langsung krisis migran yang telah membawa
lebih dari sejuta orang ke Eropa dari tempat-tempat seperti Suriah,
Iraq, dan Afghanistan. œAwalnya, kami tidak memiliki masalah dengan
mereka. Gangguan yang ditimbulkan, ujarnya, hanya sedikit sekali.
œMereka tidak menimbulkan hal yang serius, hanya mencuri jagung dari
tepi ladangku.
Namun seiring dengan
meningkatnya jumlah mereka, begitu pula dengan jumlah masalah yang
ditimbulkan. œMereka berkumpul dalam kelompok-kelompok, membentuk gang,
dan mengganggu serta mengancam penduduk lokal, ujar Szigeti. Sejak itu
ia telah mencukur rambut di kepalanya, namun menolak apabila ia dianggap
kelompok rasis berkepala plontos. œDengan penampilan seperti ini, saya
tidak perlu melihat apa yang ada di belakang saya. Saya tidak perlu
takut karena dengan cara begini, saya tampak seperti seorang yang
tangguh.
Kaum migran berkata mereka bukanlah ancaman
Pengungsi dan kaum migran yang berada di kamp tampak terkejut setelah tahu mereka dianggap sebagai ancaman.
œMengapa kami tidak
diizinkan untuk tinggal di Eropa, apakah kami juga bukan manusia seperti
anda? Apakah kami tidak memiliki keinginan, tidak memiliki hak-hak
seperti anak-anak anda? tanya Mano, seorang mahasiswa kedokteran
berusia 22 tahun asal Afghanistan yang tiba di kamp minggu lalu.
Mano meninggalkan
Kabul setelah kaum ekstrimis membunuh saudara lelakinya karena bekerja
sebagai seorang penerjemah untuk tentara Perancis. Sekarang ia memendam
rasa benci karena ada beberapa orang di Perancis dan tempat lainnya di
Eropa yang mengutarakan kekhawatirannya terhadap terorisme sebagai
alasan untuk menolak pengungsi. œApa yang dapat kami bawa bersama kami?
Tak satupun. Kami juga ingin damai. Itulah mengapa kami meninggalkan
negri kami, ujar Mano.
Sumber : VOA