
Bestprofit (5/11) – Harga emas dunia kembali mencatatkan penguatan tipis di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian. Setelah sempat terkoreksi 1,3% pada penutupan perdagangan berjangka sebelumnya, logam mulia ini menunjukkan tanda-tanda pemulihan teknis. Menurut analis pasar komoditas, pergerakan ini mencerminkan fase konsolidasi alami setelah reli panjang, sekaligus reaksi terhadap sinyal yang beragam dari kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).
Konsolidasi Emas Setelah Koreksi Tajam
Harga emas berjangka bulan depan sempat turun 1,3% dalam perdagangan semalam, memicu kekhawatiran sementara di kalangan investor. Namun, analis TD Securities, Bart Melek, menilai bahwa kondisi tersebut bukanlah sinyal negatif, melainkan bagian dari proses konsolidasi harga setelah lonjakan signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Melek memperkirakan bahwa emas akan bergerak dalam kisaran $3.800–$4.050 per ons untuk sementara waktu. Kisaran ini dianggap sebagai level teknikal penting yang menunjukkan upaya pasar dalam mencari keseimbangan baru antara tekanan jual jangka pendek dan sentimen positif jangka menengah.
“Tidak terlalu mengejutkan melihat logam mulia ini berkonsolidasi di kisaran perdagangan yang lebih rendah,” ujar Melek dalam laporan risetnya. Ia menambahkan bahwa investor sedang menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai arah suku bunga The Federal Reserve (The Fed), yang belakangan ini menjadi faktor utama penggerak harga emas.
Faktor-Faktor yang Menggerus Sentimen Bullish
Selama beberapa bulan terakhir, emas menikmati momentum bullish yang kuat. Ketegangan geopolitik, kekhawatiran inflasi yang membandel, dan pembelian besar-besaran oleh bank sentral dunia telah mendorong harga logam mulia ini ke rekor tertinggi baru. Namun, Melek menilai bahwa “lingkungan pasar emas yang sempurna” tersebut kini mulai terkikis oleh sejumlah faktor baru.
Kunjungi juga : bestprofit futures
1. Ambiguitas Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Salah satu penyebab utama pergeseran sentimen adalah ketidakpastian mengenai waktu dan besarnya pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Sebelumnya, pasar memperkirakan bahwa bank sentral AS akan mulai memangkas suku bunga pada akhir tahun 2025, namun data ekonomi terbaru yang menunjukkan ketahanan ekonomi AS membuat The Fed lebih berhati-hati.
Ketika suku bunga tetap tinggi lebih lama, imbal hasil obligasi AS (Treasury yield) juga cenderung naik. Hal ini menekan harga emas karena logam mulia tidak memberikan imbal hasil bunga, sehingga menjadi kurang menarik dibandingkan aset pendapatan tetap.
Dengan kata lain, semakin lama The Fed menunda pemangkasan suku bunga, semakin berat tekanan terhadap emas di jangka pendek.
2. Kekhawatiran terhadap Kebijakan Bank Sentral
Selain The Fed, sejumlah bank sentral besar lainnya—termasuk Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of Japan (BoJ)—juga menunjukkan sikap yang lebih hati-hati dalam pelonggaran moneter. Hal ini menimbulkan ketidakpastian di pasar global dan mendorong volatilitas di berbagai aset, termasuk logam mulia.
Di sisi lain, pembelian emas oleh bank sentral dunia, yang sempat menjadi pendorong kuat harga pada awal 2025, mulai melambat. Beberapa negara pengimpor besar seperti Tiongkok dan Turki tampak menurunkan volume pembelian mereka karena kondisi pasar domestik yang melemah dan kebutuhan untuk menstabilkan mata uang masing-masing.
3. Perubahan Pola Pembelian Ritel di Tiongkok
Tiongkok, sebagai konsumen emas terbesar di dunia, memainkan peran penting dalam menentukan arah harga logam mulia ini. Menurut Melek, pembelian ritel di Tiongkok belakangan menunjukkan tren melambat. Faktor-faktor seperti pelemahan ekonomi domestik, pasar properti yang lesu, serta ketidakpastian kebijakan pemerintah membuat permintaan emas perhiasan dan investasi menurun.
Meski demikian, penurunan tersebut lebih bersifat sementara. Dalam jangka panjang, permintaan dari Tiongkok diperkirakan akan kembali meningkat seiring stabilisasi ekonomi dan kebangkitan daya beli masyarakat.
Pemulihan Teknis: Sinyal Bullish yang Mulai Terbentuk
Meski menghadapi sejumlah hambatan fundamental, beberapa indikator teknikal menunjukkan bahwa emas mulai membangun fondasi untuk kenaikan berikutnya. Penguatan tipis 0,1% menjadi $3.934,70 per ons dalam perdagangan terakhir menunjukkan minat beli yang perlahan meningkat di area support.
Analis teknikal menilai bahwa selama harga emas mampu bertahan di atas level $3.800, tren jangka menengah tetap positif. Volume transaksi yang stabil dan pola pergerakan harga yang membentuk “higher low” juga menandakan potensi pembalikan arah dalam waktu dekat.
Melek memperkirakan bahwa setelah fase konsolidasi ini berakhir, emas berpeluang mencatat rekor kuartalan baru di atas $4.400 per ons pada paruh pertama tahun 2026. Proyeksi ini didukung oleh ekspektasi melemahnya dolar AS, penurunan suku bunga global, serta meningkatnya permintaan aset lindung nilai di tengah ketegangan geopolitik yang masih tinggi.
Faktor Fundamental yang Dapat Mendorong Kenaikan Emas
Untuk memahami potensi kenaikan harga emas ke depan, perlu melihat lebih jauh pada faktor-faktor fundamental yang mendasarinya. Berikut beberapa aspek yang kemungkinan besar akan menjadi pendorong utama:
1. Inflasi yang Masih Sulit Dikendalikan
Meskipun inflasi global mulai menunjukkan tanda-tanda moderasi, sejumlah negara besar masih berjuang mengendalikan harga-harga yang tinggi. Harga energi dan pangan yang berfluktuasi, ditambah gangguan rantai pasok akibat konflik geopolitik, berpotensi menahan inflasi di atas target. Dalam kondisi seperti ini, emas menjadi aset pelindung nilai yang paling diminati investor.
2. Ketegangan Geopolitik dan Ketidakstabilan Politik
Konflik di Timur Tengah, tensi antara AS–Tiongkok, serta ketidakpastian politik di beberapa negara berkembang, terus menambah daya tarik emas sebagai aset aman (safe haven). Setiap kali terjadi eskalasi konflik atau guncangan geopolitik, harga emas cenderung naik karena investor beralih ke aset yang lebih stabil.
3. Diversifikasi Cadangan Bank Sentral
Tren global menunjukkan bahwa banyak bank sentral mulai menambah cadangan emas sebagai langkah diversifikasi dari dolar AS. Jika tren ini berlanjut, permintaan institusional akan menjadi salah satu faktor penopang kuat bagi harga emas di tahun-tahun mendatang.
Prospek Harga Emas Hingga 2026
Berdasarkan pandangan Bart Melek dan sejumlah analis lainnya, arah jangka panjang emas masih menunjukkan kecenderungan positif. Setelah periode konsolidasi di kisaran $3.800–$4.050, harga diperkirakan akan menembus resistance utama dan mencapai rata-rata di atas $4.400 per ons pada paruh pertama 2026.
Kondisi tersebut akan didorong oleh kombinasi faktor fundamental seperti penurunan suku bunga, melemahnya dolar AS, dan meningkatnya permintaan fisik dari Asia. Investor institusional juga diperkirakan akan kembali menambah posisi di aset logam mulia sebagai bagian dari strategi lindung nilai terhadap risiko sistemik.
Namun, Melek mengingatkan bahwa volatilitas tetap akan tinggi. Setiap perubahan arah kebijakan The Fed atau data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan bisa memicu koreksi sementara di pasar emas.
Kesimpulan: Emas Tetap Jadi Pilihan Strategis di Tengah Ketidakpastian
Secara keseluruhan, meskipun emas tengah berada dalam fase konsolidasi, prospek jangka menengah hingga panjang tetap positif. Penguatan tipis yang terjadi saat ini menandai awal dari potensi pemulihan teknis setelah koreksi singkat.
Faktor-faktor seperti ketidakpastian kebijakan moneter, kekhawatiran inflasi, serta meningkatnya risiko geopolitik akan terus menjadi pendorong utama bagi kenaikan harga emas di masa mendatang. Dengan proyeksi harga rata-rata di atas $4.400 per ons pada 2026, logam mulia ini tetap menjadi salah satu aset paling strategis bagi investor yang mencari stabilitas dan perlindungan nilai dalam lanskap ekonomi global yang bergejolak.
Jangan lupa jelajahi website kami di demo bestprofit dan temukan beragam informasi menarik yang siap menginspirasi dan memberikan pengetahuan baru! Ayo, kunjungi sekarang untuk pengalaman online yang menyenangkan!