
Bestprofit (4/11) – Harga emas global kembali mengalami pelemahan pada awal sesi perdagangan Asia. Sentimen pasar tertekan oleh kekhawatiran atas berakhirnya insentif pajak yang sebelumnya diberlakukan oleh Kementerian Keuangan Tiongkok untuk penjualan logam mulia. Kebijakan baru ini, yang efektif per 1 November 2025, menimbulkan kekhawatiran akan menurunnya permintaan emas dari konsumen dan pelaku industri di negara tersebut — salah satu pasar emas terbesar di dunia.
1. Pelemahan Harga Emas di Awal Sesi Asia
Pada perdagangan Selasa pagi waktu Asia, harga emas spot turun sebesar 0,2% menjadi US$3.997,62 per ons troi. Meski penurunan ini terlihat tipis secara persentase, pergerakan harga tersebut menunjukkan adanya kekhawatiran yang nyata di kalangan investor mengenai arah kebijakan ekonomi Tiongkok terhadap sektor logam mulia.
Emas berjangka di bursa Comex juga mengikuti tren serupa, dengan penurunan tipis sekitar 0,15% di awal sesi. Aktivitas perdagangan yang relatif tenang menggambarkan sikap hati-hati pelaku pasar, menunggu kejelasan lebih lanjut dari otoritas Tiongkok terkait implementasi dan dampak nyata kebijakan tersebut terhadap rantai pasok logam mulia domestik.
Kunjungi juga : bestprofit futures
2. Latar Belakang Kebijakan Insentif Pajak Tiongkok
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah Tiongkok telah memberikan sejumlah insentif pajak untuk transaksi emas dan logam mulia lainnya, dengan tujuan mendorong aktivitas perdagangan dan memperkuat posisi Tiongkok sebagai salah satu pusat perdagangan emas terbesar dunia.
Insentif ini mencakup potongan pajak pertambahan nilai (PPN) dan kemudahan bagi pedagang besar atau lembaga keuangan yang terlibat dalam pembelian emas batangan. Dengan diberlakukannya kebijakan baru per November 2025, insentif tersebut secara resmi dihentikan.
Keputusan ini diperkirakan merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk menstabilkan penerimaan fiskal dan mencegah potensi spekulasi berlebihan di pasar logam mulia. Namun, bagi pelaku industri, langkah ini justru menimbulkan kekhawatiran akan penurunan minat beli, terutama di segmen grosir dan manufaktur perhiasan.
3. Potensi Dampak terhadap Permintaan Emas di Tiongkok
Sebagai negara konsumen emas terbesar di dunia bersama India, Tiongkok memiliki peranan penting dalam menentukan arah harga emas global. Dengan berakhirnya insentif pajak, pelaku pasar memperkirakan akan terjadi perlambatan permintaan dari pengguna akhir, seperti produsen perhiasan, investor ritel, dan lembaga keuangan.
Menurut Daniel Ghali dari TD Securities, aturan baru ini “berpotensi mengurangi permintaan emas grosir bagi pengguna akhir,” karena meningkatnya biaya transaksi dan berkurangnya margin keuntungan bagi pelaku usaha.
Lebih jauh, Ghali menambahkan bahwa “aturan baru ini dapat berdampak signifikan pada ekosistem emas di Tiongkok,” termasuk terhadap aktivitas perdagangan di Shanghai Gold Exchange (SGE) dan sektor manufaktur perhiasan yang sangat bergantung pada bahan baku logam mulia tersebut.
4. Reaksi Pasar dan Investor Global
Pasar global merespons berita ini dengan hati-hati. Investor cenderung mengurangi eksposur terhadap aset berisiko tinggi dan melakukan rotasi sementara ke instrumen lain seperti dolar AS dan obligasi pemerintah.
Indeks dolar AS menunjukkan penguatan tipis di tengah meningkatnya permintaan aset safe haven non-logam. Sementara itu, yield obligasi AS tenor 10 tahun juga naik beberapa basis poin, menandakan adanya pergeseran sentimen dari emas ke instrumen pendapatan tetap.
Namun, beberapa analis melihat pelemahan emas kali ini sebagai koreksi jangka pendek, bukan perubahan tren jangka panjang. “Permintaan emas sebagai aset lindung nilai masih kuat, terutama di tengah ketidakpastian geopolitik dan potensi perlambatan ekonomi global,” ujar seorang analis di Bloomberg Intelligence.
5. Kondisi Fundamental Pasar Emas Global
Secara fundamental, pasar emas masih ditopang oleh beberapa faktor positif, seperti:
-
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Eropa Timur yang masih berlangsung.
-
Kebijakan suku bunga bank sentral global, terutama Federal Reserve, yang mulai mendekati fase pelonggaran.
-
Permintaan investasi jangka panjang, baik melalui ETF emas maupun pembelian fisik oleh bank sentral di berbagai negara berkembang.
Namun, faktor tekanan dari sisi permintaan ritel — terutama dari Tiongkok — bisa menahan kenaikan harga dalam waktu dekat. Sebagai ilustrasi, Tiongkok menyumbang lebih dari 25% konsumsi emas global setiap tahunnya. Penurunan permintaan di negara tersebut dapat menyebabkan penyesuaian harga global dalam beberapa bulan mendatang.
6. Implikasi bagi Pelaku Industri dan Investor
Bagi pelaku industri perhiasan dan perdagangan logam mulia, perubahan kebijakan fiskal Tiongkok ini memaksa mereka untuk menyesuaikan strategi bisnis. Pabrikan mungkin akan menekan volume produksi atau mencari efisiensi biaya untuk mengimbangi kenaikan harga input.
Sementara itu, investor di pasar global menghadapi dilema. Di satu sisi, berkurangnya permintaan di Tiongkok dapat menekan harga emas dalam jangka pendek. Namun di sisi lain, pelemahan harga dapat menjadi peluang akumulasi bagi investor jangka panjang, terutama yang memandang emas sebagai aset pelindung nilai terhadap inflasi dan ketidakstabilan ekonomi.
Banyak analis memprediksi bahwa harga emas akan tetap bergerak di kisaran US$3.950–4.050 per ons troi dalam jangka pendek, dengan potensi rebound apabila sentimen global kembali membaik atau terjadi pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral utama dunia.
7. Pandangan ke Depan: Arah Emas Setelah Kebijakan Baru
Ke depan, dinamika harga emas akan sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama:
-
Kebijakan lanjutan dari pemerintah Tiongkok, apakah akan ada langkah kompensasi untuk menjaga stabilitas industri emas domestik.
-
Pergerakan nilai dolar AS dan suku bunga global, yang selama ini memiliki hubungan terbalik dengan harga emas.
Jika pemerintah Tiongkok memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai aturan pajak baru dan dampaknya dapat diminimalkan, pasar emas mungkin akan kembali stabil. Namun, bila kebijakan ini memperlambat aktivitas perdagangan secara signifikan, tekanan harga berpotensi berlanjut hingga akhir kuartal pertama 2026.
8. Kesimpulan
Pelemahan harga emas di awal sesi Asia mencerminkan sensitivitas pasar terhadap kebijakan fiskal dan ekonomi Tiongkok, negara yang memiliki pengaruh besar terhadap rantai pasok dan permintaan logam mulia global.
Berakhirnya insentif pajak bagi penjualan emas menimbulkan kekhawatiran akan turunnya permintaan domestik, khususnya di sektor grosir dan manufaktur perhiasan. Meski demikian, banyak analis menilai tekanan ini bersifat sementara, karena fundamental pasar emas dunia masih cukup kuat berkat faktor geopolitik dan potensi pelonggaran kebijakan moneter global.
Dalam konteks investasi, periode koreksi seperti ini bisa menjadi momen penting untuk akumulasi, terutama bagi investor yang melihat emas sebagai aset jangka panjang. Namun, kehati-hatian tetap diperlukan, mengingat arah kebijakan ekonomi Tiongkok masih menjadi variabel kunci yang akan menentukan arah pasar emas di bulan-bulan mendatang.
Jangan lupa jelajahi website kami di demo bestprofit dan temukan beragam informasi menarik yang siap menginspirasi dan memberikan pengetahuan baru! Ayo, kunjungi sekarang untuk pengalaman online yang menyenangkan!