Bestprofit (10/4) – Rabu (09/4) mencatat lonjakan tajam harga emas, yang melampaui $3.065 per ons, menandai kenaikan lebih dari 3% dalam satu hari. Kenaikan ini tidak lepas dari meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, yang mendorong investor global untuk mencari perlindungan dalam aset safe haven seperti emas. Dalam artikel ini, kita akan membahas faktor-faktor utama yang mendorong lonjakan harga emas tersebut, respons pasar global, dan proyeksi ke depan.
1. Ketegangan Perdagangan AS-Tiongkok MemanasPemicunya adalah langkah mengejutkan dari mantan Presiden Donald Trump yang mengumumkan melalui platform Truth Social bahwa Amerika Serikat akan menangguhkan tarif timbal balik sebesar 10% selama 90 hari untuk semua negara, kecuali Tiongkok. Di sisi lain, tarif impor dari Tiongkok justru dinaikkan secara signifikan menjadi 125%, mencerminkan strategi tekanan ekonomi yang lebih agresif terhadap Beijing.
Langkah ini langsung memicu kegelisahan di pasar global. Tiongkok merespons cepat dengan memberlakukan tarif balasan atas barang-barang asal AS sebesar 84%, meningkat tajam dari sebelumnya 34%. Kebijakan saling balas tarif ini mempertegas bahwa ketegangan dagang antar dua kekuatan ekonomi dunia belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
2. Klarifikasi dari Departemen Keuangan AS
Menteri Keuangan Scott Bessent kemudian memberikan klarifikasi, menyatakan bahwa tarif 10% tersebut merupakan tarif negosiasi yang bersifat sementara dan tidak mencakup Tiongkok maupun sektor-sektor khusus tertentu. Dengan demikian, ketidakpastian tetap membayangi prospek perdagangan jangka pendek.
Bessent juga menegaskan bahwa tarif terhadap Tiongkok dapat bertahan dalam jangka panjang jika tidak tercapai kesepakatan perdagangan baru. Ini menambah tekanan terhadap perusahaan-perusahaan global yang bergantung pada rantai pasok lintas negara, serta memperkuat alasan investor untuk berlindung dalam aset yang lebih aman seperti emas.
Kunjungi juga : bestprofit futures
3. Uni Eropa Ikut Memberikan Respons
Tidak hanya Tiongkok, Uni Eropa juga memberikan respons tegas, menyetujui kebijakan tarif pembalasan atas impor AS senilai €21 miliar. Langkah ini menunjukkan bahwa efek domino dari ketegangan perdagangan AS bisa meluas ke wilayah-wilayah lain, memperparah ketidakpastian global.
Dampaknya terhadap harga emas semakin terasa karena pasar memandang krisis perdagangan ini berpotensi memicu perlambatan ekonomi global, yang pada gilirannya akan memaksa bank sentral untuk mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneter. Semua ini menciptakan latar belakang yang kondusif bagi kenaikan harga logam mulia.
4. Investor Beralih ke Aset Safe Haven
Dalam kondisi ketidakpastian seperti ini, emas kembali memainkan perannya sebagai aset safe haven utama. Investor besar dan institusi keuangan global mulai memindahkan portofolio mereka dari aset berisiko seperti saham dan obligasi korporasi, menuju emas dan instrumen terkait lainnya.
Lonjakan harga emas lebih dari 3% dalam sehari menjadi cerminan langsung dari arus modal besar yang mengalir ke instrumen tersebut. Apalagi emas memiliki reputasi kuat sebagai pelindung nilai saat inflasi naik atau risiko geopolitik meningkat.
5. FOMC: Inflasi Bisa Meningkat Akibat Tarif Baru
Dalam risalah pertemuan terbarunya, Federal Open Market Committee (FOMC) menyatakan bahwa kenaikan tarif impor kemungkinan besar akan mendorong inflasi lebih tinggi dalam jangka pendek, namun mereka juga menggarisbawahi adanya ketidakpastian mengenai seberapa kuat dan bertahannya efek ini terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Pernyataan ini menciptakan spekulasi bahwa Fed mungkin akan mengambil pendekatan lebih hati-hati terhadap kebijakan suku bunga ke depan. Kemungkinan Fed mempertahankan suku bunga atau bahkan memotongnya semakin membuka ruang bagi harga emas untuk terus naik, karena biaya peluang untuk memegang emas menjadi lebih rendah.
6. Arus Masuk Besar ke ETF Emas
Menambah dorongan ke harga emas, World Gold Council (WGC) melaporkan bahwa ETF yang didukung emas mencatat arus masuk sebesar 226,5 metrik ton selama kuartal pertama tahun ini. Nilai investasi ini mencapai $21,1 miliar, menandakan tingginya permintaan institusional terhadap emas fisik dan derivatifnya.
Arus masuk ini menjadi sinyal penting bahwa bukan hanya investor ritel, melainkan juga lembaga keuangan besar melihat emas sebagai pelindung utama di tengah guncangan ekonomi dan politik yang sedang berlangsung. Ketika permintaan terus meningkat sementara pasokan relatif stagnan, harga secara alami terdorong naik.
7. Prospek Emas dalam Beberapa Bulan ke Depan
Melihat dinamika saat ini, banyak analis memperkirakan bahwa harga emas bisa terus menanjak dalam jangka pendek hingga menengah, terutama jika konflik perdagangan tidak menunjukkan tanda-tanda penyelesaian. Potensi pemangkasan suku bunga, inflasi yang membayangi, dan ketegangan geopolitik lainnya (seperti situasi Timur Tengah atau ketidakstabilan politik di Eropa) juga berpotensi memperkuat permintaan emas.
Namun, beberapa pihak memperingatkan kemungkinan koreksi teknikal jangka pendek mengingat lonjakan harga yang begitu cepat. Meski demikian, sentimen pasar masih sangat positif terhadap emas sebagai aset pelindung nilai.
Kesimpulan: Emas Kembali Menjadi Primadona
Lonjakan harga emas di atas $3.065 per ons bukanlah kejadian terisolasi, melainkan cerminan dari ketegangan global yang kian memanas dan ketidakpastian ekonomi yang meningkat. Mulai dari perang tarif AS-Tiongkok, kebijakan balasan dari Uni Eropa, hingga sinyal dovish dari The Fed, semuanya membentuk iklim investasi yang mendukung penguatan harga emas.
Dengan latar belakang ini, emas kembali tampil sebagai aset andalan di tengah ketidakpastian global. Bagi investor, kondisi seperti ini menjadi pengingat pentingnya diversifikasi portofolio dan kesiapsiagaan menghadapi gejolak pasar yang bisa datang sewaktu-waktu.
Jangan lupa jelajahi website kami di demo bestprofit dan temukan beragam informasi menarik yang siap menginspirasi dan memberikan pengetahuan baru! Ayo, kunjungi sekarang untuk pengalaman online yang menyenangkan!