Best Profit (16/3) - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun lebih
dari 10 persen pada perdagangan pekan lalu. Sedangkan sepanjang tahun
ini atau jika dihitung sejak awal tahun (YTD), IHSG sudah turun 22,28
persen
Di satu sisi, anjloknya pasar saham dapat dilihat sebagai
peluang bagi investor untuk masuk dan berinvestasi. Di lain pihak, kita
pun harus terus mencermatinya dengan hati-hati, apakah saat itu adalah
saat yang paling tepat untuk berinvestasi? best profit
Lalu
apa yang sebaiknya harus dilakukan oleh investor. Mari simak penjelasan
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia
(MAMI), Freddy Tedja:
Jangan mudah terpengaruh kondisi pasar
Pelemahan
pada bursa-bursa saham di Asia yang dibebani oleh ketidakpastian wabah
novel coronavirus (Covid-19), dan kejatuhan harga minyak dunia setelah
OPEC gagal mencapai kesepakatan dengan sekutunya mengenai pemotongan
produksi, turut berpengaruh ke kondisi pasar modal Indonesia sepanjang
pekan ini. best profit
Anjloknya IHSG yang diikuti dengan
volatilitas tinggi membuat investor cenderung menahan diri untuk masuk
ke pasar saham. Pasar saham memang memiliki tingkat volatilitas yang
lebih tinggi dibandingkan pasar obligasi atau pasar uang.
Kadang,
pasar saham berada dalam tren penguatan (bullish), kadang dalam tren
pelemahan (bearish), atau terkadang berada dalam pola mendatar
(sideways).
Untuk itulah pasar saham hanya cocok bagi investor
yang memiliki profil risiko agresif dan memiliki horizon jangka panjang,
dalam arti dana yang diinvestasikan tidak untuk digunakan dalam waktu
dekat. best profit
Saat IHSG mengalami penurunan, akan
muncul berita-berita pesimis yang mudah ditemui di berbagai media baik
tertulis, daring (online), maupun berita-berita yang belum jelas
kesahihannya yang menyebar lewat media sosial sehingga menimbulkan
kekhawatiran bagi investor awam.
Sebaliknya, ketika IHSG menguat
kita pun dengan mudah pula akan menemukan berita dan analisa yang
berlebihan memprediksi seberapa menguat IHSG akan berlanjut. Kedua
kondisi di atas – terlalu optimis atau terlalu pesimis - dapat
menimbulkan kekhawatiran irasional ataupun eforia berlebihan bagi
investor awam, terutama yang terbiasa dengan filosofi investasi “ikut
saja apa yang orang lain lakukan”. best profit
Terlihat
bahwa faktor lingkungan ini juga berperan signifikan dalam membentuk
bias psikologi, kebiasaan investasi, atau persepsi dari seorang
investor.
Sulit untuk menebak dengan pasti apakah IHSG masih akan
terus melemah atau justru berbalik menguat. Namun yang sering terjadi
adalah, ketika pasar saham turun, investor reksa dana saham takut pasar
saham akan terkoreksi, sehingga memilih untuk menunda investasi. best profit
Sebaliknya,
ketika pasar saham menguat, investor reksa dana saham pun tidak
berinvestasi karena takut pasar saham sudah kemahalan. Kalau turun
takut, naik takut, lalu kapan investasinya?
Keputusan investasi seharusnya tidak dilakukan dengan cara menebak-nebak, karena pasar finansial memang tidak bisa ditebak!
Bagi
investor yang memiliki profil risiko agresif, memiliki tujuan jangka
panjang, memiliki dana yang tidak digunakan dalam waktu dekat, dapat
berinvestasi secara berkala (regular) tanpa memperhatikan pergerakan
pasar naik atau turun. best profit
Pernahkan kita
memikirkan kerugian yang terjadi ketika kita menunda investasi karena
terlalu lama menebak-nebak? Investasi secara berkala akan mengoptimalkan
peluang yang dapat kita raih, namun di saat yang sama kita pun
meminimalkan risiko yang terjadi dibandingkan kita berinvestasi
sekaligus dalam jumlah yang sangat besar.
Bagaimana dengan
investor yang memiliki profil risiko konservatif atau moderat? Pilihan
bisa ke reksa dana pendapatan tetap atau pasar uang.
Jika ingin
memperluas alokasi aset, menambah sedikit porsi investasi di reksa dana
saham, maksimal 20 persen. Tentu kuncinya adalah lakukan investasi
secara berkala. Sehingga mau pasar saham naik atau turun, siapa takut? best profit
Sumber : Liputan6