
Bestprofit (29/10) – Harga emas dunia mulai menunjukkan tanda-tanda stabil pada Rabu (29/10) setelah mengalami tekanan jual selama tiga hari berturut-turut. Logam mulia itu diperdagangkan di kisaran $3.950 per ons, menandai momen jeda di tengah ketidakpastian global dan jelang pertemuan penting antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Pasar keuangan global kini tengah menaruh harapan besar bahwa pertemuan tersebut dapat menghasilkan terobosan baru dalam hubungan dagang kedua negara ekonomi terbesar dunia itu.
Optimisme Pasar terhadap Potensi Terobosan Dagang
Harapan terhadap meredanya ketegangan dagang AS–Tiongkok kembali meningkat setelah beredar kabar bahwa Washington bersedia mencabut sebagian tarif impor jika Beijing mau memperketat pengawasan terhadap ekspor bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi fentanil, sejenis obat sintetis yang menjadi masalah besar di AS.
Kabar ini memberikan sentimen positif di pasar keuangan global. Investor menjadi lebih berani masuk ke aset berisiko seperti saham dan obligasi korporasi, sehingga permintaan terhadap emas, yang biasanya berperan sebagai aset lindung nilai (safe haven), mengalami sedikit penurunan.
Namun, stabilnya harga emas di sekitar $3.950 per ons menunjukkan bahwa minat terhadap logam mulia ini masih cukup kuat, terutama dari pelaku pasar yang melihat potensi jangka menengah hingga panjang tetap positif.
Dari Rekor Tertinggi ke Koreksi Sehat
Pekan lalu, harga emas sempat “ngamuk” dengan menembus rekor baru di atas $4.380 per ons, lonjakan yang menimbulkan euforia di kalangan investor. Namun, kenaikan tajam tersebut ternyata diikuti oleh koreksi teknikal yang cukup dalam. Banyak trader merasa harga sudah terlalu tinggi dalam waktu singkat sehingga mereka mengambil keuntungan (profit-taking).
Meskipun demikian, secara tahunan, harga emas masih menunjukkan kenaikan sekitar 50%—sebuah capaian luar biasa di tengah ketidakpastian ekonomi global. Lonjakan tersebut banyak didorong oleh pembelian masif dari bank sentral berbagai negara serta kekhawatiran atas pelemahan nilai uang kertas akibat meningkatnya utang dan defisit fiskal di banyak negara besar.
Selain itu, investor institusional dan ritel juga memperkuat tren kenaikan harga melalui pembelian Exchange-Traded Fund (ETF) berbasis emas. Salah satu ETF terbesar, SPDR Gold Shares, sempat mencatat arus keluar besar pada awal pekan ini, menandakan sebagian investor mengambil jeda. Namun, analis menilai langkah tersebut lebih bersifat konsolidatif daripada pembalikan tren jangka panjang.
Kunjungi juga : bestprofit futures
Debat di Kalangan Pelaku Pasar: Istirahat atau Lemah Permanen?
Kondisi pasar emas saat ini menimbulkan perdebatan di kalangan analis dan pelaku industri. Banyak yang bertanya: apakah ini hanya masa istirahat sebelum reli berikutnya, atau tanda bahwa momentum emas mulai melemah?
Dalam Konferensi Logam Mulia London Bullion Market Association (LBMA) yang berlangsung di Kyoto minggu ini, mayoritas peserta masih menunjukkan sikap optimistis terhadap prospek harga emas. Dari survei terhadap 106 peserta, sebagian besar memperkirakan harga emas bisa menyentuh level $5.000 per ons dalam 12 bulan ke depan.
Analis dari Pepperstone, Chris Weston, menilai bahwa selama harga emas mampu bertahan di kisaran $3.900 untuk kontrak berjangka bulan depan, pembeli kemungkinan besar akan kembali masuk ke pasar. Artinya, tekanan jual yang menekan harga beberapa hari terakhir mungkin sudah hampir selesai. Weston menambahkan, stabilitas di level tersebut bisa menjadi dasar kuat untuk reli berikutnya jika faktor fundamental mendukung.
Faktor Penentu: Kebijakan Suku Bunga The Fed
Salah satu faktor yang paling memengaruhi arah harga emas dalam jangka pendek adalah kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed). Saat ini, pelaku pasar tengah menunggu keputusan terbaru dari The Fed mengenai suku bunga acuan.
Spekulasi yang berkembang menunjukkan bahwa The Fed berpotensi menurunkan suku bunga guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang melambat. Dalam kondisi normal, penurunan suku bunga merupakan berita positif bagi emas, karena logam mulia ini tidak memberikan imbal hasil bunga—sehingga menjadi lebih menarik ketika suku bunga rendah.
Namun, dinamika pasar kali ini jauh lebih kompleks. Yield obligasi yang lebih rendah juga meningkatkan daya tarik saham teknologi, yang dinilai mampu memberikan pertumbuhan pendapatan lebih tinggi. Akibatnya, sebagian dana investor beralih ke pasar saham alih-alih menumpuk di aset safe haven seperti emas.
Kondisi inilah yang membuat reaksi harga emas terhadap kebijakan moneter menjadi lebih beragam dibandingkan beberapa tahun lalu.
Pergerakan Logam Mulia Lain dan Indeks Dolar
Tidak hanya emas yang mengalami stagnasi. Pada perdagangan Rabu pagi waktu Singapura, harga emas spot turun tipis 0,1% menjadi $3.949,10 per ons. Perak bergerak stabil di kisaran yang sama seperti sehari sebelumnya, platinum sedikit melemah, dan paladium juga mengalami penurunan tipis.
Sementara itu, indeks dolar AS—yang sering menjadi cerminan kekuatan mata uang Amerika—hampir tidak berubah. Biasanya, pergerakan dolar memiliki hubungan terbalik dengan harga emas: dolar yang lebih lemah membuat emas lebih murah bagi pembeli luar negeri, dan sebaliknya. Karena dolar kali ini relatif stabil, emas juga tidak mendapat dorongan tambahan dari sisi mata uang.
Bank Sentral dan Ketahanan Nilai Uang Kertas
Salah satu pendorong jangka panjang yang terus menopang harga emas adalah pembelian agresif oleh bank sentral di berbagai negara. Mereka meningkatkan cadangan emas sebagai upaya diversifikasi dari aset berbasis dolar dan sebagai perlindungan terhadap inflasi.
Selain itu, meningkatnya utang publik dan defisit fiskal di banyak negara besar—termasuk AS dan Jepang—menimbulkan kekhawatiran akan penurunan nilai uang kertas dalam jangka panjang. Dalam konteks seperti ini, emas kembali menjadi simpanan nilai (store of value) yang dipercaya mampu mempertahankan daya beli.
Para analis juga mencatat bahwa geopolitik yang tidak menentu—mulai dari tensi Timur Tengah hingga ketidakpastian politik di Eropa—masih memberikan dukungan kuat terhadap permintaan emas fisik.
Kesimpulan: Stabilitas Sementara atau Awal dari Tren Baru?
Pergerakan harga emas yang mulai stabil pada Rabu ini bisa dilihat sebagai momen transisi penting. Di satu sisi, stabilitas di kisaran $3.950 per ons menunjukkan bahwa pasar menemukan titik keseimbangan baru setelah reli besar dan koreksi tajam. Di sisi lain, arah jangka menengah akan sangat tergantung pada hasil pertemuan Trump–Xi, kebijakan The Fed, serta persepsi risiko global ke depan.
Jika pertemuan AS–Tiongkok menghasilkan kesepakatan positif, pasar berisiko bisa melanjutkan penguatannya, dan emas mungkin tetap tertahan. Namun, jika pembicaraan kembali buntu atau tensi meningkat, permintaan terhadap aset safe haven bisa melonjak lagi, mendorong emas menembus level psikologis baru.
Dengan latar makroekonomi yang masih penuh ketidakpastian, emas tetap menjadi pilihan utama bagi investor yang mencari perlindungan nilai. Meskipun volatilitas tinggi, fondasi permintaan jangka panjang dari bank sentral, investor institusional, dan ritel global membuat logam mulia ini tetap bersinar di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.
Jangan lupa jelajahi website kami di demo bestprofit dan temukan beragam informasi menarik yang siap menginspirasi dan memberikan pengetahuan baru! Ayo, kunjungi sekarang untuk pengalaman online yang menyenangkan!