Best Profit (11/3) - Amerika Serikat (AS) akan geser posisi Arab Saudi sebagai pengekspor minyak terbesar.
Berdasarkan
perusahaan riset energi Rystad Energy, AS akan melampaui Arab Saudi
untuk ekspor minyak, gas alam, dan produksi minyak seperti bensin pada
akhir 2019.
Tonggak sejarah itu didorong oleh melonjaknya produksi
shale sehingga akan menjadikan AS pengekspor minyak terbesar di dunia.
Itu tidak pernah terjadi sejak Arab Saudi mulai menjual minyak ke luar
negeri pada 1950-an. Hal itu berdasarkan laporan Rystad pada Kamis pekan
ini.
"Ini luar biasa, 10 tahun lalu tidak ada yang mengira itu
bisa terjadi," ujar Ryan Fitzmaurice, Energy Strategist Rabobank,
seperti dikutip dari laman CNN Money, Sabtu (9/3/2019). best profit
Terobosan yang diharapkan mencerminkan bagaimana teknologi telah membentuk kembali lanskap energi global.
Inovasi
pengeboran telah membuka banyak sumber daya minyak dan gas alam yang
telah terperangkap di ladang minyak serpih di Texas, North Dakota dan di
tempat lain.
Dipimpin oleh serpih, produksi minyak AS telah lebih
dari dua kali lipat selama dekade terakhir yang tertinggi sepanjang
masa. AS saat ini memompa lebih banyak minyak dari pada negara lain
termasuk Rusia dan Arab Saudi. best profit
"Shale telah mendorong kenaikan produksi yang begitu besar," ujar Fitzmaurice.
Dengan pasokan yang cukup di dalam negeri, Kongres pada 2015 mencabut larangan ekspor minyak 40 tahun.
Penjualan
minyak ke luar negeri meledak sejak saat itu. Di pantai teluk Amerika
Serikat pun berlomba membangun fasilitas yang dapat menangani lonjakan
permintaan asing untuk minyak mentah AS. best profit
"Kelebihan
minyak mentah dari AS akan menemukan banyak pembeli di Asia yang tumbuh
cepat," tutur Senior Partner Rystad Per Magnus Nysveen.
Arab
Saudi saat ini ekspor tujuh juta barel per hari bersama dengan dua juta
barel cairan gas alam dan produksi minyak. Hal itu berdasarkan laporan
Rystad.
Sebagai perbandingan, AS ekspor sekitar tiga juta barel
minyak mentah per hari dan lima juta barel per hari dari cairan gas alam
dan produksi minyak bumi.
Rystad berharap kesenjangan itu
menghilang pada 2019, meski Arab Saudi akan tetap memimpin sebagai
eksportir minyak mentah terbesar di dunia.
Adapun the Permian
Basin di Texas Barat menjadi pusat berkembangnya shale atau serpih.
Kemajuan teknologi memungkinkan perusahaan untuk mencari untung dengan
harga lebih rendah. best profit
ExxonMobil lambat untuk
mengembangkan, shale menyatakan, kalau produksi melonjak di the Permian
Basin. Produksi di sana dapat hasilkan pengembalian rata-rata lebih dari
10 persen. Bahkan hanya USD 35 per barel. Exxon berencana produksi
lebih dari satu juta barel per hari dari Permian pada 2024. Angka itu
naik hampir 80 persen.
"Produksi shale semakin menguntungkan dan
selera global yang kuat untuk minyak dan bensin siap membawa AS ke
posisi dominasi untuk pasar minyak dalam beberapa tahun mendatang," ujar
Nysveen.
AS dapat semakin mengandalkan produksi minyak di dalam
negeri. Awal 2019, Departemen Energi AS memprediksi, ekspor lebih banyak
energi dari pada impor pada 2020. best profit
Hal ini belum terjadi sejak 1953. Namun, hal itu memiliki implikasi keamanan nasional yang penting.
Sementara
AS masih akan perlu impor minyak untuk menggerakkan ekonominya, tidak
lagi tergantung pada minyak dari negara lain seperti dulu. Sementara
itu, China impor minyak lebih besar dari pada sebelumnya.
Meski
demikian, dominasi energi AS membawa risiko lingkungan. Sebuah laporan
baru-baru ini oleh Oil Change Internasional memperingatkan, pengembangan
minyak dan gas AS dapat melepaskan jumlah polusi karbon yang sama
dengan hampir 1.000 pembangkit listrik tenaga batu bara.
Pada
pekan ini, Kepulauan Solomon juga terkena tumpahan minyak yang
disebabkan oleh kapal yang angkut ratusan ton bahan bakar minyak.
Tumpahan minyak itu mencemari perairan dekat situs warisan dunia Unesco.
best profit
Sumber : Liputan6