BESTPROFIT FUTURES MALANG (20/4) - Harga minyak mentah dunia melonjak pada Selasa (Rabu pagi waktu
Jakarta) dipicu kegagalan kelompok negara penghasil minyak (OPEC) untuk
menyepakati pembekuan produksi, dan fokus pada pengurangan pasokan yang
bisa membatasi kekenyangan stok minyak mentah dunia.
Melansir laman Wall Street Journal,
kontrak minyak mentah AS naik 3,3 persen menjadi US$ 41,08 per barel di
New York Mercantile Exchange. Sementara kontrak minyak Brent, patokan
global, naik 2,6 persen menjadi US$ 44,03 per barel di bursa ICE Futures
Europe.
Kegagalan perjanjian pembatasan produksi di Doha, Qatar,
memiliki dampak negatif pada sentimen pasar, yang mendasari kondisi
pasokan dan permintaan meningkat sedikit. Sebab, pembekuan produksi
diharapkan bisa mengurangi output hingga sekitar 2 juta barel per hari,
tingkat di mana kelebihan pasokan global akan terjadi.
Di sisi lain, pemogokan minyak pekerja di Kuwait di hari ketiga juga
telah mendorong penurunan ke pasar hingga 1,3 juta barel per hari.
Demikian pula masalah pipa di Nigeria membuat stok berkurang 440 ribu,
meskipun beberapa pipa sudah kembali normal pada Selasa.
Sementara sekitar 150 ribu barel per hari minyak mentah dari Irak tak
masuk ke pasar karena adanya perselisihan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah Kurdi soal masalah pipa. Dan pemeliharaan produksi
di Laut Utara diharapkan mengurang pasokan hingga 160 ribu barel.
Perusahaan
konsultan Energy Aspect yang berbasis di London mengatakan dalam sebuah
catatan, bahwa saldo minyak membaik dengan atau tanpa pembekuan
produksi dari produsen utama. Meski untuk menemukan keseimbangan pasar
akan memakan waktu.
"Kami tidak berpikir kelebihan pasokan besar
akan membuat defisit besar pada minyak dalam semalam. Ini hanya mungkin
terjadi di akhir tahun atau awal 2017, " menurut perusahaan tersebut.
Runtuhnya
pembicaraan Doha sudah mulai memudar karena kekhawatiran atas
meningkatnya pemadaman di seluruh dunia mulai mendominasi sentimen.
Melemahnya
produksi di Amerika Latin dan AS juga mempercepat penurunan. Data
Departemen Energi AS pekan lalu menunjukkan produksi AS turun di bawah 9
juta barel per hari untuk pertama kalinya sejak 2014.(Nrm/Gdn)
Sumber : Liputan6