Best Profit (3/9) - China memperlambat pembalasan pengenaan tarif seiring terus meningkatnya ketegangan perdagangan dengan AS.
Pemerintah
China pada hari Minggu menyatakan peningkatan bea antara 5% dan 10%
pada berbagai barang utama Amerika yang diekspor ke China, termasuk
kedelai dan minyak mentah.
Namun proporsi tarif yang dimulai pada
hari Minggu hanya menyumbang sekitar sepertiga dari lebih dari 5.000
lini produk yang tercantum dalam pengumuman terbaru. Mayoritas tarif
akan mulai berlaku 15 Desember, dan rencana China untuk membalas tarif
pada otomotif dan suku cadang AS juga tidak akan berlangsung hingga saat
itu. best profit
Sebuah laporan oleh Panjiva, sebuah
perusahaan data rantai pasokan yang merupakan bagian dari S&P Global
Market Intelligence, menunjukkan bahwa produk-produk dalam kelompok 1
September mungkin telah dipilih karena barang-barang itu melihat
beberapa perbaikan dalam pengiriman daripada penurunan lebih lanjut.
Analisis 27 Agustus menunjukkan bahwa ekspor A.S. pada kelompok 1
September turun 15,2% pada kuartal kedua dari tahun lalu, dibandingkan
dengan penurunan 20,4% untuk kelompok 15 Desember.
Peningkatan ini
merupakan bagian dari pengumuman Departemen Keuangan 23 Agustus untuk
tarif pembalasan atas barang-barang AS senilai $ 75 miliar. Sebagian
dari kenaikan tarif terbaru Presiden AS Donald Trump juga mulai berlaku
pada hari Minggu. best profit
Intinya, semua ekspor Cina senilai $ 550 miliar ke AS akan dikenai bea masuk ketika putaran lain diterapkan pada bulan Desember.
“Di
bawah situasi saat ini, kami pikir masalah yang harus didiskusikan
adalah pembatalan tarif ekspor China senilai $ 550 miliar, untuk
mencegah eskalasi lebih lanjut dari perang dagang,” kata juru bicara
Kementerian Perdagangan, Gao Feng, pada saat konferensi pers hari Kamis,
demikian rilis CNBC. “Pada saat ini, pihak China sedang dalam negosiasi
serius tentang topik ini dengan pihak AS.” best profit
Selama
akhir pekan, Dewan Bisnis AS-China mengatakan dalam survei anggota
tahunannya bahwa hampir setengah dari responden melaporkan kehilangan
penjualan, terutama karena penerapan tarif. Survei juga menemukan bahwa
anggota kehilangan pangsa pasar kepada pesaing asing.
Ekspor A.S. ke Cina menyumbang lebih dari 1,1 juta pekerjaan Amerika, menurut laporan terpisah dari dewan. best profit
Sumber : Vibiznews
Showing posts with label Ekspor. Show all posts
Showing posts with label Ekspor. Show all posts
Monday 2 September 2019
Tuesday 15 September 2015
Komoditi Perkebunan Laku Keras Tapi Ekspor Timah Nyaris Anjlok Hingga 100%
BESTPROFIT FUTURES MALANG (16/9) - Badan Pusat Statistik (BPS) telah
melaporkan kemarin (15/9) bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia
tercatat sebesar US$ 433,8 juta pada Agustus 2015 lalu atau turun jika
dibandingkan dengan perolehan yang tercatat di bulan sebelumnya yaitu
sebesar US$ 1,33 miliar. Angka tersebut merupakan selisih lebih antara
ekspor dan impor, yang masing-masing membukukan nilai masing-masing
sebesar US$ 12,7 miliar dan US$ 12,27 miliar. Secara rinci
kinerja ekspor pada bulan lalu tercatat meningkat 10,79 persen (mom),
sementara impor tumbuh lebih tinggi, yakni mencapai 21,69 persen (mom).
Ekspor nonmigas Agustus 2015 mencapai
US$11,17 miliar, naik 11,23 persen dibanding Juli 2015, sedangkan
dibanding ekspor Agustus 2014 turun 5,99 persen. Peningkatan terbesar
ekspor nonmigas Agustus 2015 terhadap Juli 2015 terjadi pada
perhiasan/permata sebesar US$237,1 juta (121,75 persen), sedangkan
penurunan terbesar terjadi pada timah sebesar US$103,8 juta (99,96
persen). Sedangkan jika menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri
pengolahan periode Januari-Agustus 2015 turun 7,36 persen dibanding
periode yang sama tahun 2014, dan ekspor hasil tambang dan lainnya turun
9,15 persen, sedangkan ekspor hasil pertanian naik 1,77 persen.
Jika kriteria ekspor non migas
dipersempit dalam kriteria HS 2 digit maka nilai ekspor komoditi lainnya
yang juga bukukan peningkatan antara lain kendaraan dan bagiannya
meningkat US$ 147,8 juta atau naik 41,04 persen, mesin dan pesawat
mekanik meningkat US$ 146,3 juta atau naik 37,26 persen. Lalu kopi, teh,
dan rempah-rempah juga meningkat US$ 49 juta atau naik 49,06 persen,
serta karet dan barang dari karet bukukan peningkatan terkecil hanya
sebesar US$ 81,7 juta atau naik 16,75 persen. Sedangkan komoditi HS 2
digit yang mencatat penurunan terbesar adalah ekspor timah yang pada
bulan lalu mencatat penurunan sebesar -US$ 103,8 juta atau turun
-99,96 persen.
Tajamnya penurunan ekspor timah pada
bulan lalu tidak lepas dari intervensi yang dilakukan pemerintah. Pasca
penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 33 Tahun 2015
tentang perubahan Permendag No. 44/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah,
volume perdagangan ekspor timah batangan Indonesia naik pesat. Dengan
revisi Permendag tersebut, maka para eksportir timah diwajibkan memiliki
sertifikat CnC yang bertujuan untuk menjamin ketelusuran asal barang.
Maksudnya ialah asal usul bijih timah yang digunakan untuk bahan baku
timah murni batangan harus CnC, sedangkan untuk timah solder dan barang
lainnya dari timah harus dilengkapi bukti pembelian bahan baku tumah
murni batangan dari bursa timah.
Perlu diketahui, sebelum peraturan ini
resmi diberlakukan, volume ekspor timah pada Mei 2015 lalu misalnya
menunjukkan bahwa volume transaksi perdagangan timah di Bursa Komoditas
dan Derivatif Indonesia (BKDI) berhasil mencapai 6.395 ton, atau
melonjak 35,3% ketimbang April 2015 sebesar 4.725 ton. Lonjakan ekspor
timah pada bulan-bulan lalu disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang
memanfaatkan waktu tersisa sebelum efektifnya Permendag Nomor 33/2015.
Sumber : Vibiznews
Sunday 17 May 2015
Kinerja Ekspor Industri Catat Kenaikan, Kinerja Sahamnya Negatif
BESTPROFIT FUTURES MALANG (18/5) - Hari Jumat (15/5) Indonesia dilaporkan
mengalami penurunan surplus dagang sebesar 59,78 persen dari US$ 1,13
miliar yang tercatat di bulan Maret 2015 menjadi sebesar US$ 454,4 juta
di sepanjang April 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis angka
tersebut menjelaskan bahwa berkurangnya surplus terjadi akibat penurunan
ekspor minyak dan gas bumi (migas) akibat pelemahan harga komoditas
tersebut.
Ekspor nonmigas produk industri
pengolahan dilaporkan turun 5,69 persen. Jika dilihat dari kontribusinya
terhadap total ekspor keseluruhan periode Januari-April 2015, industri
pengolahan mengambil bagian terbesar yaitu sebesar 69,83 persen,
sedangkan ekspor produk pertanian hanya tercatat sebesar 3,41 persen,
dan ekspor tambang tercatat sebesar 13,03 persen.
Adapun beberapa komoditi yang termasuk
dalam produk industri pengolahan pada Maret lalu terlihat mix dimana
ekspor mesin/peralatan listrik yang sebelumnya mencatat kenaikan, pada
April lulu mencatat penurunan sebesar 3,72 persen, hingga ekspor
tercatat sebesar US$ 737,8 juta, lalu komponen karet dan barang dari
karet mencatat kenaikan sebesar 10,79 persen menjadi US$ 549,9 juta,
demikian juga dengan alas kaki mencatat kenaikan hingga 21,58 persen
menjadi US$ 416,4 juta dan yang terakhir berbagai produk kimia yang
mencatat kenaikan sebesar 20,91 persen menjadi sebesar US$ 252,8 juta.
Berdasarkan data diatas dapat dilihat
bahwa ekspor industri pengolahan menunjukkan kenaikan di bulan
April. Bahkan pertumbuhan industri pengolahan non migas kuartal I-2015
juga dilaporkan jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi
secara keseluruhan. Apabila dilihat sejak tahun 2011 hingga
kuartal I-2015 lalu, pertumbuhan industri non migas selalu di atas
pertumbuhan ekonomi. Hanya pada tahun 2013 saja pertumbuhan industri non
migas sedikit di bawah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan industri pengolahan non
migas pada 2019 mendatang diprediksi akan mampu mencapai target 8,38
persen. Hal ini karena peningkatan pertumbuhan industri disertai dengan
meningkatnya kontribusi sektor industri pengolahan non migas terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional 2015 sebesar 21,22 persen dan pada
2019 mencapai 24,15 persen.
Adapun cabang industri yang tumbuh
tinggi pada kuartal I-2015 antara lain industri kimia, farmasi dan obat
tradisional sebesar 9,05 persen, industri logam dasar sebesar 8,66
persen, industri makanan dan minuman sebesar 8,16 persen, serta industri
barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik
sebesar 8,14 persen.
Analys Vibiz Research Center
mengemukakan bahwa kinerja saham untuk sektor terkait di Bursa Efek
Indonesia (BEI) untuk tiga bulan ini yaitu sektor industri nampak
menunjukkan kinerja yang negatif dimana indeks saham untuk sektor
MISC-IND menunjukkan penurunan dalam 3 bulan terakhir sebesar 10,89
persen, demikian juga dengan indeks BASIC-IND masih bertahan dengan tren
penurunan dalam 3 bulan terakhir kemarin sebesar 16,91 persen.
Sumber : Vibiznews
Ekspor dan Pariwisata Penyebab Lesunya Ekonomi Hongkong
BESTPROFIT FUTURES MALANG (18/5) - Pertumbuhan ekonomi Hong Kong pada
kuartal pertama tahun ini menunjukkan tren yang cenderung “mereda” di
tengah kinerja ekspor dan sekt0r pariwisatanya yang melambat. Seperti
diketahui, pertumbuhan ekspor turun menjadi 0,4 persen dari 0,6 persen,
karena faktor eksternal di negara tujuan ekspor yang sedang goyah
perekoomiannya. Penurunan besar terjadi di ekspor jasa perjalanan
dimana pertumbuhan kedatangan wisatawan dan ekspor jasa wisata belanja
menurun tajam.
Produk domestik bruto (PDB) Hongkong
tercatat tumbuh sebesar 2,1 persen (yoy) pada kuartal pertama tahun
lalu setelah berhasil mencatat pertumbuhan sebesar 2,4 persen di kuartal
sebelumnya.
Laju pertumbuhan Hongkong terus melambat hingga saat ini setelah pada kuartal 3 tahun 2014 lalu sempat mencetak rebound yaitu
sebesar 2,9 persen. Permintaan domestik merupakan salah satu pendorong
utama pertumbuhan pada kuartal pertama tahun ini. Konsumsi swasta tumbuh
3,5 persen per tahun, didukung oleh kondisi pasar tenaga kerja yang
stabil di sepanjang kuartal tersebut. Laju investasi tumbuh 7,3 persen,
dipimpin oleh rebound pada mesin dan peralatan akuisisi.
Meski mencatat perlambatan pada
pertumbuhannya, pemerintah Hongkong menegaskan bahwa pasar tenaga kerja
Hongkong tetap dalam keadaan full employment saat ini, dengan
tingkat pengangguran bulanan rendah hanya sebesar 3,3 persen pada
kuartal pertama tahun ini. Faktor pemicu terbesar yang “merusak”
pertumbuhan kuartal pertama lalu adalah reli dolar AS yang menguat dan
tekanan ekonomi global sehingga menghambat laju ekspor Hongkong.
Namun, masih kuatnya permintaan domestik
tetap menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Pasalnya kondisi pasar tenaga kerja yang positif serta laju pendapatan
yang sesuai cukup memberikan dukungan kepada konsumsi lokal. Pada tahun
ini pemerintah Hongkong masih mempertahankan perkiraan pertumbuhan di
kisaran 1-3 persen, namun perkiraan inflasi untuk tahun ini dipangkas
menjadi 3,2 persen dari 3,5 persen akibat dari melemahnya harga minyak.
Prediksi inflasi inti tahun ini juga diturunkan menjadi 2,7 persen dari 3
persen.
Sumber : Vibiznews
Sunday 22 March 2015
Kontribusi Terhadap Perekonomian Masih Kecil, Ekspor Produk Industri Pengolahan Turun
BESTPROFIT FUTURES MALANG (23/3) - Badan Pusat Statistik (BPS) pada pekan
lalu telah merilis neraca perdagangan Indonesia bulan Februari 2015 yang
dalam laporannya berhasil kembali mencatat surplus sebesar 0,74 miliar
dolar Amerika Serikat (AS). Surplus ini relatif stabil jika dibandingkan
dengan surplus pada Januari 2015 yang tercatat sebesar 0,75 miliar
dolar AS. Pencapaian tersebut ditopang oleh surplus neraca migas maupun
nonmigas.
Ekspor nonmigas untuk industri
pengolahan pada bulan Februari lalu mencatat penurunan sebesar 8,6
persen. Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan
Januari-Februari 2015, kontribusi ekspor nonmigas produk industri
pengolahan adalah sebesar 68.43 persen.
Beberapa komoditi yang termasuk dalam
produk industri pengolahan mencatatkan penurunan ekspor yang cukup
besar, seperti mesin/peralatan listrik sebesar US$42.3juta (5.89%), alas
kaki US$64juta (16.19%), sedangkan perangkat optik mencatat kenaikan
sebesar US$7.5juta (15%).
Berdasarkan data statistik perdagangan
terkini yang dikeluarkan oleh BPS, menunjukkan bahwa peran industri
pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional menunjukkan tren yang
terus menurun. Hal ini ditandai dengan kontribusi peran industri
pengolahan terhadap pendapatan negara yang terus menurun. Dapat
disimpulkan bahwa sektor industri belum mampu menggerakkan pertumbuhan
dan daya saing ekonomi,
Untuk saat ini produk industri
pengolahan dalam negeri yang berpotensi di ekspor seperti produk
tekstil, kayu olahan, mebel/furniture dan peralatan elektronik.
Sedangkan negara tujuan utama untuk ekspor industri pengolahan ini
antara lain AS, Tiongkok, Jepang, Jerman, Turki, Korea Selatan.
Analys Vibiz Research Center
mengemukakan bahwa kinerja saham untuk sektor terkait di Bursa Efek
Indonesia (BEI) untuk tiga bulan ini yaitu sektor industri nampak
menunjukkan kinerja yang positif dimana indeks saham untuk sektor
MISC-IND mengalami kenaikan sekitar 3.57 % dalam 3 bulan terakhir.
Sementara untuk indeks BASIC-IND menunjukkan penurunan sekitar -4.11%
dalam 3 bulan terakhir.
Sumber : Vibiznews
Tuesday 16 December 2014
Ekspor Jepang Bulan November Naik Tidak Sesuai Perkiraan
BESTPROFIT FUTURES MALANG (17/12) - Ekspor Jepang bulan November naik kurang
dari perkiraan sebelumnya, sehingga mempertegas berbagai tantangan
kepada upaya Perdana Menteri Shinzo Abe guna menarik ekonomi dari
resesi.
Eskpor naik 4.9% dari awal tahun ini, menurut rilis data dari kementerian keuangan, angka tersebut dibawah perkiraan rata-rata dari survey Bloomberg News yang menyatakan naik 7%. Sementara impor tergelincir 1.7%, sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan sebesar 892 miliar yen ($7.6 miliar).
Abe menghadapi tekanan yang meningkat guna mendorong pertumbuhan ekonomi setelah memengkan pemilu dia berjuang terkait komitmen guna mengejar kebijakan Abenomic yang dicetuskannya. Ekspor yang akan naik secara bertahap akan membantu pelemahan yen saat harga minyak mentah turun yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan memicu inflasi pada jangka panjang, menurut Kepala Bank Sentral Haruhiko Kuroda.
Di lain pihak yen diperdagangkan pada level 116.63 per dollar pukul 8:59 pagi waktu Tokyo setelah kemarin mencapai level 115.57, level tertinggi dalam sebulan terakhir. (bgs)
Sumber : Bloomberg
Eskpor naik 4.9% dari awal tahun ini, menurut rilis data dari kementerian keuangan, angka tersebut dibawah perkiraan rata-rata dari survey Bloomberg News yang menyatakan naik 7%. Sementara impor tergelincir 1.7%, sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan sebesar 892 miliar yen ($7.6 miliar).
Abe menghadapi tekanan yang meningkat guna mendorong pertumbuhan ekonomi setelah memengkan pemilu dia berjuang terkait komitmen guna mengejar kebijakan Abenomic yang dicetuskannya. Ekspor yang akan naik secara bertahap akan membantu pelemahan yen saat harga minyak mentah turun yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan memicu inflasi pada jangka panjang, menurut Kepala Bank Sentral Haruhiko Kuroda.
Di lain pihak yen diperdagangkan pada level 116.63 per dollar pukul 8:59 pagi waktu Tokyo setelah kemarin mencapai level 115.57, level tertinggi dalam sebulan terakhir. (bgs)
Sumber : Bloomberg
Subscribe to:
Posts (Atom)