Monday 18 May 2015
Sunday 17 May 2015
Dengan Aplikasi Ini, Anda Harus `Selfie` Dulu Untuk Matikan Alarm
BESTPROFIT FUTURES MALANG (18/5) - Bagi Anda yang mempunyai masalah susah bangun tidur pada pagi hari dan selalu mengandalkan alarm smartphone, kini telah hadir sebuah solusi baru untuk permasalahan tersebut.
Sebuah aplikasi bagi perangkat Android dengan nama `Snap Me Up` merupakan jawaban tepat untuk mengakhiri problema yang selalu melanda ketika mencoba untuk beranjak dari ranjang setiap pagi.
Aplikasi ini `memaksa` Anda untuk mematikan alarm yang berbunyi dengan melakukan `selfie`. Ya, kedengarannya unik dan merupakan sebuah cara bangun tidur yang tidak biasa.
Laman Mashable melansir, aplikasi ini memang didesain khusus bagi orang-orang yang memiliki kesulitan bangun tidur. Oleh karena itu, Snap Me Up didesain untuk orang-orang yang malas bangun, terlebih malas bergerak untuk mematikan alarm agar mereka dapat menggerakan badannya dengan melakukan selfie.
Selfie yang dilakukan pun harus sesuai dengan metode yang diminta agar alarm aplikasi ini dapat mati. Anda harus membuka mata Anda sangat lebar dan menyesuaikan muka Anda di frame selfie yang tersedia pada aplikasi ini agar terdeteksi.
Mekanisme aplikasi ini hampir sama dengan cara kerja alarm default yang ada di smartphone pada umumnya. Anda bisa mengatur alarm reguler dan bahkan timer untuk mengatur waktu tidur Anda. Untuk fitur kamera selfie, terdapat deteksi built-in face yang mencegah Anda untuk mengambil selfie secara sembarangan. Anda juga bisa mengatur selfie dari kamera depan atau belakang.
Untuk Anda yang gemar selfie, jangan khawatir. Karena setelah Anda mematikan alarm, foto-foto selfie Anda akan tersimpan di sebuah album foto berjudul "My Sleepy Snaps" dan bahkan memperlihatkan tanggal dan jam dimana Anda baru bangun dengan muka ngantuk yang dipaksa untuk selfie.
Bagi Anda yang ingin mengubah pola hidup Anda agar rajin bangun lebih pagi, tidak ada salahnya mengunduh aplikasi ini secara gratis di Google Play Store.
Sumber : Liputan6
Sebuah aplikasi bagi perangkat Android dengan nama `Snap Me Up` merupakan jawaban tepat untuk mengakhiri problema yang selalu melanda ketika mencoba untuk beranjak dari ranjang setiap pagi.
Aplikasi ini `memaksa` Anda untuk mematikan alarm yang berbunyi dengan melakukan `selfie`. Ya, kedengarannya unik dan merupakan sebuah cara bangun tidur yang tidak biasa.
Laman Mashable melansir, aplikasi ini memang didesain khusus bagi orang-orang yang memiliki kesulitan bangun tidur. Oleh karena itu, Snap Me Up didesain untuk orang-orang yang malas bangun, terlebih malas bergerak untuk mematikan alarm agar mereka dapat menggerakan badannya dengan melakukan selfie.
Selfie yang dilakukan pun harus sesuai dengan metode yang diminta agar alarm aplikasi ini dapat mati. Anda harus membuka mata Anda sangat lebar dan menyesuaikan muka Anda di frame selfie yang tersedia pada aplikasi ini agar terdeteksi.
Mekanisme aplikasi ini hampir sama dengan cara kerja alarm default yang ada di smartphone pada umumnya. Anda bisa mengatur alarm reguler dan bahkan timer untuk mengatur waktu tidur Anda. Untuk fitur kamera selfie, terdapat deteksi built-in face yang mencegah Anda untuk mengambil selfie secara sembarangan. Anda juga bisa mengatur selfie dari kamera depan atau belakang.
Untuk Anda yang gemar selfie, jangan khawatir. Karena setelah Anda mematikan alarm, foto-foto selfie Anda akan tersimpan di sebuah album foto berjudul "My Sleepy Snaps" dan bahkan memperlihatkan tanggal dan jam dimana Anda baru bangun dengan muka ngantuk yang dipaksa untuk selfie.
Bagi Anda yang ingin mengubah pola hidup Anda agar rajin bangun lebih pagi, tidak ada salahnya mengunduh aplikasi ini secara gratis di Google Play Store.
Sumber : Liputan6
Kinerja Ekspor Industri Catat Kenaikan, Kinerja Sahamnya Negatif
BESTPROFIT FUTURES MALANG (18/5) - Hari Jumat (15/5) Indonesia dilaporkan
mengalami penurunan surplus dagang sebesar 59,78 persen dari US$ 1,13
miliar yang tercatat di bulan Maret 2015 menjadi sebesar US$ 454,4 juta
di sepanjang April 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis angka
tersebut menjelaskan bahwa berkurangnya surplus terjadi akibat penurunan
ekspor minyak dan gas bumi (migas) akibat pelemahan harga komoditas
tersebut.
Ekspor nonmigas produk industri
pengolahan dilaporkan turun 5,69 persen. Jika dilihat dari kontribusinya
terhadap total ekspor keseluruhan periode Januari-April 2015, industri
pengolahan mengambil bagian terbesar yaitu sebesar 69,83 persen,
sedangkan ekspor produk pertanian hanya tercatat sebesar 3,41 persen,
dan ekspor tambang tercatat sebesar 13,03 persen.
Adapun beberapa komoditi yang termasuk
dalam produk industri pengolahan pada Maret lalu terlihat mix dimana
ekspor mesin/peralatan listrik yang sebelumnya mencatat kenaikan, pada
April lulu mencatat penurunan sebesar 3,72 persen, hingga ekspor
tercatat sebesar US$ 737,8 juta, lalu komponen karet dan barang dari
karet mencatat kenaikan sebesar 10,79 persen menjadi US$ 549,9 juta,
demikian juga dengan alas kaki mencatat kenaikan hingga 21,58 persen
menjadi US$ 416,4 juta dan yang terakhir berbagai produk kimia yang
mencatat kenaikan sebesar 20,91 persen menjadi sebesar US$ 252,8 juta.
Berdasarkan data diatas dapat dilihat
bahwa ekspor industri pengolahan menunjukkan kenaikan di bulan
April. Bahkan pertumbuhan industri pengolahan non migas kuartal I-2015
juga dilaporkan jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi
secara keseluruhan. Apabila dilihat sejak tahun 2011 hingga
kuartal I-2015 lalu, pertumbuhan industri non migas selalu di atas
pertumbuhan ekonomi. Hanya pada tahun 2013 saja pertumbuhan industri non
migas sedikit di bawah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan industri pengolahan non
migas pada 2019 mendatang diprediksi akan mampu mencapai target 8,38
persen. Hal ini karena peningkatan pertumbuhan industri disertai dengan
meningkatnya kontribusi sektor industri pengolahan non migas terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional 2015 sebesar 21,22 persen dan pada
2019 mencapai 24,15 persen.
Adapun cabang industri yang tumbuh
tinggi pada kuartal I-2015 antara lain industri kimia, farmasi dan obat
tradisional sebesar 9,05 persen, industri logam dasar sebesar 8,66
persen, industri makanan dan minuman sebesar 8,16 persen, serta industri
barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik
sebesar 8,14 persen.
Analys Vibiz Research Center
mengemukakan bahwa kinerja saham untuk sektor terkait di Bursa Efek
Indonesia (BEI) untuk tiga bulan ini yaitu sektor industri nampak
menunjukkan kinerja yang negatif dimana indeks saham untuk sektor
MISC-IND menunjukkan penurunan dalam 3 bulan terakhir sebesar 10,89
persen, demikian juga dengan indeks BASIC-IND masih bertahan dengan tren
penurunan dalam 3 bulan terakhir kemarin sebesar 16,91 persen.
Sumber : Vibiznews
Pendapatan Fiskal dan Investasi Tiongkok Meningkat, Upaya Recovery Sedikit Berhasil
BESTPROFIT FUTURES MALANG (18/5) - Seperti diketahui, Bank Sentral China
(PBOC) kembali memangkas suku bunga acuannya pekan lalu untuk pinjaman
sebesar 25 basis poin. Dengan pemangkasan tersebut suku bunga acuan
pinjaman yang ditetapkan oleh PBOC di level 5,1 persen. Pemangkasan suku
bungan yang dilakukan pada Mei 2015 ini adalah yang ke-3 kali nya
terhitung sejak November 2014 lalu.
Pemangkasan suku bunga acuan ini
dilakukan untuk mengantisipasi penurunan pertumbuhan ekonomi di negara
tersebut yang terkontraksi akibat perlambatan ekonomi global. Selama
ini, pertumbuhan ekonomi Tiongkok selalu berada di level 10 persen.
Namun akibat krisis global pertumbuhan ekonomi negara tirai bambu
tersebut turun ke level 7 persen.
Dalam upayanya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi negaranya, pemerintah Tiongkok tidak hanya memaksimalkan
kebijakan moneter saja, tetapi juga kebijakan fiskalnya. Pasalnya,
belanja fiskal Tiongkok periode April dilaporkan melonjak 33,2 persen
dari tahun sebelumnya, hal ini cukup mencerminkan upaya pemerintah untuk
mendukung perekonomian yang melambat.
Pemerintah telah menetapkan defisit
anggaran yang lebih besar untuk tahun 2015 dalam rangka meningkatkan
pengeluaran dan memacu pertumbuhan ekonomi. Keputusan fiskal yang
pro-aktif ini diambil pemerintah Tiongkok untuk mendukung kebijakan
moneter longgar yang telah diambil oleh PBOC selama ini.
Sebagai informasi, belanja pemerintah di
bulan April tercatat mencapai 1,25 triliun yuan ($
201.570.000.000). Selama empat bulan pertama tahun 2015 ini, belanja
fiskal tercatat naik 26,4 persen dari tahun sebelumnya. Dalam laporan
yang dirilis Departemen Tiongkok tercatat bahwa pengeluaran
fiskal untuk perlindungan lingkungan naik 30,5 persen dari tahun
sebelumnya, sementara belanja transportasi juga melonjak 57,8
persen. Selain itu, pengeluaran untuk jaminan sosial dan tenaga kerja
naik 16 persen dan pengeluaran untuk tunjangan perumahan naik 21,2
persen.
Sementara itu, pendapatan fiskal
tercatat naik 8,2 persen di bulan April dari tahun sebelumnya sedangkan
penerimaan pajak penghasilan dari produsen di bulan April turun 4,5
persen dari tahun sebelumnya, pendapatan dari perusahaan properti turun
11,9 persen, sedangkan penerimaan pajak pertambahan nilai domestik
justru naik 2,4 persen sementara pajak konsumsi naik 22,7 persen.
Tidak hanya belanja fiskal yang
dilaporkan meningkat, tingkat belanja investasi asing langsung (FDI) di
Tiongkok juga dilaporkan meningkat lebih cepat dari yang diharapkan pada
bulan April lalu. FDI Tiongkok dilaporkan meningkat 10,5 persen (yoy)
pada April lalu menjadi sebesar $ 9.600.000.000. Padahal sebelumnya para
ekonom memperkirakan tingkat pertumbuhan melambat 2 persen dari 2,2
persen yang dilaporkan pada bulan Maret. Sedangkan selama Januari-April,
investasi Tiongkok dilaporkan melonjak 36,1 persen dari periode yang
sama tahun lalu menjadi sebesar $ 34.970.000.000.
Dengan meningkatnya jumlah belanja fiskal dan FDI di Tiongkok maka diharapkan pemerintah dapat mengoptimalkan setiap budget dan
dana investasi yang tersedia untuk menjadi penggerak pertumbuhan
ekonomi Tiongkok yang cenderung stagnan bahkan melambat selama beberapa
tahun belakangan. Proyek-proyek infrastruktur yang dinilai dapat menjadi
kontributor terhadap pertumbuhan ekonomi Tiongkok harus segera
diselesaikan secepat mungkin.
Sumber : Vibiznews
Ekspor dan Pariwisata Penyebab Lesunya Ekonomi Hongkong
BESTPROFIT FUTURES MALANG (18/5) - Pertumbuhan ekonomi Hong Kong pada
kuartal pertama tahun ini menunjukkan tren yang cenderung “mereda” di
tengah kinerja ekspor dan sekt0r pariwisatanya yang melambat. Seperti
diketahui, pertumbuhan ekspor turun menjadi 0,4 persen dari 0,6 persen,
karena faktor eksternal di negara tujuan ekspor yang sedang goyah
perekoomiannya. Penurunan besar terjadi di ekspor jasa perjalanan
dimana pertumbuhan kedatangan wisatawan dan ekspor jasa wisata belanja
menurun tajam.
Produk domestik bruto (PDB) Hongkong
tercatat tumbuh sebesar 2,1 persen (yoy) pada kuartal pertama tahun
lalu setelah berhasil mencatat pertumbuhan sebesar 2,4 persen di kuartal
sebelumnya.
Laju pertumbuhan Hongkong terus melambat hingga saat ini setelah pada kuartal 3 tahun 2014 lalu sempat mencetak rebound yaitu
sebesar 2,9 persen. Permintaan domestik merupakan salah satu pendorong
utama pertumbuhan pada kuartal pertama tahun ini. Konsumsi swasta tumbuh
3,5 persen per tahun, didukung oleh kondisi pasar tenaga kerja yang
stabil di sepanjang kuartal tersebut. Laju investasi tumbuh 7,3 persen,
dipimpin oleh rebound pada mesin dan peralatan akuisisi.
Meski mencatat perlambatan pada
pertumbuhannya, pemerintah Hongkong menegaskan bahwa pasar tenaga kerja
Hongkong tetap dalam keadaan full employment saat ini, dengan
tingkat pengangguran bulanan rendah hanya sebesar 3,3 persen pada
kuartal pertama tahun ini. Faktor pemicu terbesar yang “merusak”
pertumbuhan kuartal pertama lalu adalah reli dolar AS yang menguat dan
tekanan ekonomi global sehingga menghambat laju ekspor Hongkong.
Namun, masih kuatnya permintaan domestik
tetap menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Pasalnya kondisi pasar tenaga kerja yang positif serta laju pendapatan
yang sesuai cukup memberikan dukungan kepada konsumsi lokal. Pada tahun
ini pemerintah Hongkong masih mempertahankan perkiraan pertumbuhan di
kisaran 1-3 persen, namun perkiraan inflasi untuk tahun ini dipangkas
menjadi 3,2 persen dari 3,5 persen akibat dari melemahnya harga minyak.
Prediksi inflasi inti tahun ini juga diturunkan menjadi 2,7 persen dari 3
persen.
Sumber : Vibiznews
Sektor Yang Sedang Menghancurkan Bisnis Industri di Amerika Serikat
BESTPROFIT FUTURES MALANG (18/5) - Pekan ini tingkat produksi industri
Amerika Serikat (AS) periode April dilaporkan kembali turun
memasuki bulan kelimanya berturut-turut, Penurunan ini dilansir
disebabkan oleh penurunan yang terjadi atas output pertambangan dan
utilitas. Seperti diketahui produksi tambang di AS dilaporkan turun 0,8
persen karena pengeboran minyak dan sumur gas jatuh 14,5 persen,
penurunan ini memasuki bulan keempatnya berturut-turut. Sementara itum
produksi utilitas juga anjlok 1,3 persen, disebabkan oleh
berkurangnya permintaan akibat cuaca yang lebih hangat untuk pemanasan.
Rilis data ini menyambung rilis data
pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal pertama lalu yang juga mengalami
perlambatan, sehingga banyak ekonom yang yakin bahwa pada kuartal kedua
ini ekonomi AS masih akan tertahan laju rebound nya. Seperti
dilaporkan The Fed, tingkat output industri AS turun 0,3 persen di bulan
April setelah di bulan sebelumnya juga mencatat penurunan yang serupa.
Angka pertumbuhan tingkat produksi di
bulan April ini masih belum sesuai dengan prediksi ekonom yang
sebelumnya memperkirakan produksi industri di Negeri Paman Sam ini
minimal dapat mencatat kenaikan tipis sebesar 0,1 persen dari bulan
sebelumnya. Tidak hanya rilis ini saja yang meleset dari prediksi
ekonom, pasalnya rilis data penjualan ritel AS di bulan April pun juga
dilaporkan cukup lemah.
Memasuki kuartal kedua tahun ini
terlihat jelas bagaimana ekonomi negara terkuat di dunia ini kehilangan
momentum pemulihannya setelah pertumbuhan yang melambat tiba-tiba pada
kuartal pertama. Sementara itu tidak jauh berbeda dengan output
industri, output manufaktur AS di bulan April juga tidak berubah setelah
mencatat kenaikan sebesar 0,3 persen yang tercatat di bulan
Maret. Penggunaan kapasitas industri dilaporkan turun menjadi 78,2
persen, terendah sejak Januari tahun lalu, dimana kala itu tercatat
sebesar 78,6 persen.
Sumber : Vibiznews
Subscribe to:
Posts (Atom)