BESTPROFIT FUTURES MALANG (5/5) - Pertumbuhan aktivitas manufaktur secara
global hingga bulan April lalu masih tetap lamban terutama di beberapa
negara yang cukup kuat pengaruhnya terhadap ekonomi global. Buruknya
kinerja manufaktur di negara-negara utama tersebut menandakan bahwa
pertumbuhan ekonomi global masih bergerak moderat dan tidak merata.
Ekspansi di sektor manufaktur Amerika
Serikat (AS) pada bulan April misalnya dilaporkan melemah sebagai dampak
dari pertumbuhan output dan jumlah pesanan baru yang menurun.
Dilaporkan bahwa skor PMI Manufaktur AS bulan April turun menjadi 54,1
dari 55,7 yang diraih di bulan Maret. Pertumbuhan kinerja manufaktur
bulan April lalu adalah yang paling lambat sejak 2015.
Melempemnya kinerja manufaktur AS di
bulan April disebabkan oleh apresiasi Dollar AS yang menguat hingga
sekitar 25 persen terhadap mata uang negara lain dalam sembilan bulan
terakhir. Berdasarkan sebuah survei terpisah yang dilakukan oleh ISM
juga dilaporkan bahwa ekspansi kinerja manufaktur AS pada bulan April
berada pada laju yang paling lambat dalam kurun dua tahun terakhir.
Berdasarkan ISM, skor PMI untuk aktivitas pabrik nasional berakhir pada
51,5 di bulan April, terendah sejak Mei 2013. Sedangkan kinerja
manufaktur jatuh ke wilayah kontraktif untuk pertama kalinya sejak Mei
2013, yaitu ke 48,3, terendah sejak September 2009, dari 50,0 pada bulan
Maret.
Memburuknya kinerja manufaktur AS memang
sudah dapat ditebak sejak awal. Pasalnya, Departemen Perdagangan
AS juga telah melaporkan bahwa laju PDB AS hanya mampu menyentuh angka
pertumbuhan sebesar 0,2 persen, turun drastis dari laju PDB di Q4 2014
yang tercatat sebesar 2,2 persen.
Sementara itu, di Inggris juga bernasib
serupa dengan AS dimana pertumbuhan manufaktur negaranya juga melambat
tajam pada bulan April. Kondisi ini memperkuat asumsi bahwa kondisi
ekonomi domestik Inggris memang tidak stabil menjelang pemilu
nasional tanggal 7 Mei mendatang. PMI manufaktur Inggris jatuh ke level
terendahnya dalam tujuh bulan terakhir yaitu pada skor 51,9 dari
skor 54,0 di bulan Maret.
Tidak Hanya Amerika dan Inggris yang
mencatat pelemahan terhadap kinerja manufakturnya, pasalnya demikian
halnya pada wilayah Asia. Tiongkok yang merupakan negara dengan ekonomi
terkuat kedua di dunia ini juga melaporkan bahwa kinerja manufaktur
negaranya masih terjebak pada pertumbuhan yang lambat pada bulan April
lalu. PMI manufaktur Tiongkok berakhir pada skor 50,1 di bulan April.
Untuk mengatasi masalah perlambatan
ekonomi di negaranya, Bank sentral Tiongkok (PBOC) dan pemerintah
Tiongkok telah berkolaborasi mengeluarkan sejumlah paket kebijakan
konvensionalnya, misalnya PBOC pada pekan lalu kembali memangkas
cadangan giro minimum di perbankan. Seperti diketahuo, pertumbuhan
tahunan ekonomi Tiongkok memang telah melambat ke level terendahnya
dalam enam tahun terakhir yaitu sebesar 7,0 persen pada kuartal pertama
tahun ini.
Menyusul Jepang, yang menyandang gelar
negara dengan ekonomi terkuat ketiga di dunia juga menunjukkan kondisi
serupa dimana skor PMI manufakturnya jatuh ke 49,9 pada bulan April,
dari 50,3 pada bulan Maret. Sedikit berbeda dengan Tiongkok, kinerja
manufaktur Jepang jatuh untuk pertama kalinya ke wilayah kontraktif
sejak Mei tahun 2014 lalu.
Demikian juga dengan Korea Selatan (Korsel), pada awal pekan ini juga
melaporkan bahwa kinerja manufaktur di negaranya memburuk disebabkan
oleh kondisi ekonomi domestik yang belum stabil dan menurunnya jumlah
permintaan ekspor terutama dari Eropa dan Rusia. PMI HSBC Manufaktur
Korsel bulan April berakhir pada laju kontraksi yang lebih cepat yaitu
pada skor 48,8. PMI skor ini turun dari bulan Maret yang tercatat
sebesar 49,6.
Mencermati kondisi ekonomi global yang tidak menentu ini
membuat Gubernur bank sentral dan menteri keuangan Tiongkok, Jepang dan
Korea Selatan (Korsel) mengadakan pertemuan bilateral ditengah pertemuan
tahunan pemimpin ADB (Asian Development Bank) di Baku, Azerbaijan 2-3
Mei 2015. Dalam pertemuan tersebut mereka menyatakan kesepahaman dan
komitmen mereka untuk mengaplikasikan kebijakan moneter yang
berorientasi mendukung permintaan dalam menghadapi lemahnya pertumbuhan
global yang cenderung bergerak moderat dan tidak merata.
Sumber : Vibiznews