Secara teknikal, Rupiah kini telah
menuju rentang 14750-15000 per USD. Nilai ini cukup signifikan
perbedaannya dibanding fluktuasi Rupiah sepanjang bulan Agustus 2015
di 13400-14300 per USD. Stance option bagi Pemerintah: daripada sibuk
berupaya menenangkan berbagai macam penjelasan simpang siur, ada
baiknya secara tegas memilih sikap di hadapan pasar: maju taj gentar
memperkuat Rupiah, atau menerima kondisi ekuilibrium yang baru
terhadap Rupiah (terhadap USD)? Pemerintah tak perlu sungkan jika
memang terpaksa harus memilih option kedua, karena perubahan
ekuilibrium hasil price discovery mechanism Rupiah bukan pertama kali
terjadi dalam sejarah moneter Indonesia.
Dalam ranah fundamental, secara
statistik hasil regresi linear terhadap data perekonomianIndonesia
pasca 2000, fluktuasi Rupiah sangat dipengaruhi oleh 4(empat)
variabel utama, yaitu (1) dinamika yield obligasi Pemerintah US; (2)
yield oblogasi Pemerintah RI; (3) crude oil prices, (4) indeks DXY
(kurs USD ditandingkan dengan basket of currencies : EUR euro, JPY
japanese yen, GBP british pound, CAD canadian dollar, CHF swiss
franc, SEK swedish krona). Jika yield obligasi Pemerintah US turun,
maka Rupiah cenderung melemah. Jika yield obligasi Pemerintah RI
meningkat, maka Rupiah cenderung melemah. Jika world crude oil prices
turun, maka Rupiah cenderung melemah (data statistik setahun
terakhir). Jika DXY menguat, maka Rupiah cenderung melemah. Lalu apa
yang terjadi saat ini dengan menilai dinamika ke-4 variabel driver
Rupiah tersebut? Dari variabel yield obligasi Pemerintah US, awal
tahun 2014 masih di rentang 2.9-3.0%, kini di 2.1-2.3%(turun). Yield
obligasi pemerintah RI awal 2014 masih di 8.9-9.1% kini
9.1-9.5%(naik). Crude oil prices awal 2014 masih di 90-110
USD/barrel, kini di 40-60 USD/barrel(turun). DXY awal 2014 masih di
78-82, kini di 95-105(naik). De facto : pelemahan Rupiah disebabkan
oleh gejolak faktor eksternal dan rentannya sistem perekonomian
domestik.
Tumpal Sihombing
Chief Research Officer
Bestprofit Futures