Thursday 6 March 2014

Rupiah dan IHSG Siap Sambangi Level Tertinggi

BESTPROFIT FUTURES (07/03) Rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) perlahan mulai bangkit untuk kembali menyambangi level tertinggi yang pernah digapainya pada tahun lalu.
Level tertinggi rupiah pada tahun lalu adalah Rp9.618 dan 5.214 untuk IHSG.
Pada perdagangan, Kamis (6/3) sore, rupiah ditutup pada level Rp11.481,5 per dolar AS atau menguat 0,86% di Bloomberg Dollar Index (BDI).
Angka itu sekaligus menjadi level penutupan terkuat sejak awal November 2013 saat rupiah bertengger di posisi Rp11.413. Dalam perdagangan kemarin rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp11.470 per dolar AS. Tren reli rupiah telah terjadi sejak awal Februari 2014.
Tak jauh berbeda, Bank Indonesia (BI) menetapkan nilai tengah rupiah terhadap dolar AS di level Rp11.554 atau menguat 26 poin dibandingkan dengan kurs tengah sehari sebelumnya pada Rp11.580 per dolar AS.
Sementara itu, IHSGditutup menguat 0,62% dari hari sebelumnya ke level 4.687,86. Sejak awal bulan, indeks telah menanjak 6,09%. Perdagangan tercatat dengan frekuensi 224.894 kali yang mencetak total volume di pasar reguler dan negosiasi sebesar 5,81 miliar saham senilai Rp7,15 triliun.
Sepanjang perdagangan kemarin, indeks bergerak pada kisaran 4.658,11—4.687,86.
Pemodal asing kembali mencetak aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp621,8 miliar di pasar regular dan negosiasi. Jika diakumulasi sejak awal tahun, asing mencetak net buy Rp11,14 triliun.
Tren penguatan rupiah dan indeks tersebut terdorong oleh derasnya aliran dana asing yang masuk ke pasar domestik. Beberapa indikator makroekonomi Tanah Air yang membaik juga turut memicu sentimen positif pasar.
Di pihak lain, harga obligasi negara pada perdagangan kemarin terkoreksi akibat aksi profit taking oleh investor setelah reli panjang sejak sepekan terakhir. Akibatnya, imbal hasil surat utang negara bertenor 10 tahun naik sebesar 15 basispoin menjadi 8,02% pada penutupan perdagangan kemarin, setelah sebelumnya melemah di bawah 8%.
Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani menilai saat ini aliran dana masih masuk ke pasar modal Indonesia. “Tergantung yang masuk, short term bisa keluar lagi. Biasanya setiap 3 bulan lagi melemah. Jangan berpikir ini sudah fundamental,” katanya seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Jumat (7/3/2014).
Menurutnya, saat ini emerging markets, termasuk Indonesia, masih sangat memikat bagi investor asing. Meski negara maju terutama AS sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang cukup signifikan tetapi, emerging marketsmasih menawarkan prospek pertumbuhan usaha yang cukup panjang.
Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEUI) I Kadek Dian Sutrisna menambahkan pekerjaan rumah untuk pemerintah saat ini adalah bagaimana aliran modal itu tetap terjaga dan berimplikasi tak hanya bagi nilai tukar tapi bagi neraca perdagangan.
Menurutnya, pemberian insentif bagi pemodal asing dan mengalirkan modal tersebut ke sektor-sektor produktif bisa menjadi pilihan bagi pemerintah agar derasnya aliran dana ini tak hanya numpang lewat saja.Hal itu paling tidak bisa menghindarkan fluktuasi rupiah yang berlebihan akibat surutnya aliran modal ke Indonesia.
Sementara itu, menurut Aviliani, pemerintah harus meningkatkan keterlibatan pemodal domestik dalam investasi internal. “Dengan meningkatnya deepening dalam negeri bisa menghindari gejolak yang besar saat asing keluar,” ungkapnya.

Source : Bisnis Indonesia (7/3/2014)