Ketidakstabilan berkepanjangan di Irak diperkirakan akan mendongkrak
harga minyak. Baru-baru ini, minyak mentah WTI untuk pengiriman Juli
menembus US$105 per barel, pertama kali dalam sembilan bulan terakhir.
Irak
adalah produsen minyak terbesar keempat di antara negara OPEC
berdasarkan produksi harian 2008-2012. Irak juga memiliki CAGR tertinggi
dalam hal produksi minyak mentah harian (5,2%).
Menurut tim riset
KDB Daewoo Securities Indonesia, harga minyak yang tinggi memungkinkan
konsumen untuk mencari sumber energi alternatif, dan salah satunya
adalah minyak sawit mentah (CPO) yang dapat diolah menjadi biofuel.
AALI diperdagangkan pada 15,0x FY14 forward P/E dengan estimasi ROE
25,6%, LSIP diperdagangkan pada 14,7x FY14 forward P/E dan estimasi ROE
14,9%, dan BWPT diperdagangkan pada 15,2x FY14 forward P/E dan estimasi
ROE 15,1%.
“Di antara perusahaan tersebut, kami melihat valuasi AALI relatif menarik karena estimasi ROE yang lebih tinggi.”
Pada
pertengahan 2011 dan awal 2012, ketika harga minyak melonjak ke level
US$100 per barel, konsumsi biodiesel naik hampir dua kali lipat dari 358
juta liter (2011) menjadi 670 juta liter (2012).
Peningkatan
permintaan juga didorong oleh kenaikan tingkat campur CPO ke dalam
biofuel dan perluasan distribusi biofuel di Kalimantan. Indonesia adalah
produsen CPO terbesar dengan total produksi 31 juta metrik ton pada
2013.
Sejak 2006, pemerintah Indonesia telah mempromosikan biofuel
sebagai sumber energi alternatif. Hal ini bias dilihat dengan terbitnya
surat Instruksi Presiden yang mengatur kebijakan dan insentif untuk
investasi biofuel.
Saat ini, biofuel adalah mengkontribusi 27%
dari konsumsi bahan bakar di Indonesia, dengan penggunaan mulai dari
mobil diesel ke pembangkit listrik berbahan bakar diesel. Pemerintah
juga telah merilis sebuah mandat untuk meningkatkan penggunaan biofuel
hingga 2025.