Tuesday 6 October 2015

CEGAH DEPRESIASI LANJUT!

Dalam setahun terakhir pelemahan kurs terbesar (relatif terhadap USD) di pasar valas dunia dialami oleh Sudan Selatan (sebesar 71.40%).
Figur tersebut disusul negara Ukraina (melemah 71.10%) dan Rusia (melemah 69.70%). Di kawasan Asia, pelemahan kurs terbesar dialami negara
Kazakhstan (58%), disusul Malaysia posisi 5 melemah 32.30%, Myanmar posisi 6 melemah 31.60% dan Indonesia posisi 10 melemah 20% dalam setahun terakhir.


Tahun lalu tanggal 18 September 2014 kurs IDR masih bernilai 11962 per USD. Pada saat itu, terkait ranah risiko, yield obligasi Pemerintah Indonesia
bertenor 10 tahun masih 8.28%, sementara kini sudah 9.41% dengan tren naik yang cepat (harga obligasi menurun drastis beberapa hari ini). Pemerintah perlu memberi perhatian khusus dan lebih serius akan perubahan figur ini apabila masih ingin bersikap preventif dalam mitigasi risiko. Tahun lalu yield obligasi pemerintah US bertenor 10 tahun masih 2.61%, relatif jauh lebih tinggi dibanding yield US saat ini, 2.28% (data per tanggal 17 September 2015, mid-day-figure). Pertanda apa ini? Ini tanda bahwa arus modal dunia masih tetap mengalir deras ke US dan berkurang ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.


Dalam seminggu terkini, pergerakan USDIDR turun-naik dalam rentang 14260-14450. Kurs seakan tertahan di rentang itu dan bak berupaya agar pelemahan tak berlanjut, seakan berupaya agar resistan Rp 15000 per USD tidak jebol. Apapun kini yang sedang dilakukan oleh Pemerintah terkait pelemahan kurs, apakah sudah efektif dan taktis? Belum dan tidak sama sekali, walaupun tidak ada salahnya mencoba. Jika otoritas moneter kinisedang berupaya menahan pelemahan lanjut terhadap Rupiah hanya melalui inisiatif operasi pasar, maka itu sama saja dengan berusaha memperbaiki susubasi sebelanga dengan modal nila setitik. Nilai cadangan devisa domestik tiada artinya dibandingkan dengan kapitalisasi pasar valas internasional. Intervensi pasar valas adalah proposisi yang sangat mahal. Apapun yang terjadi dengan Rupiah amat terkait dengan risk event di pasar modal. Dalam seminggu terakhir figur ID-GB yield 10-thn yanga naik tajam (9.40%). Ini suatu sinyal yang murni dari pasar.


Melansir paket kebijakan ekonomi sekaligus adalah tidak efektif. Pemerintah harus segera menerapkan kebijakan yang dilansir bertahap agar efektivitasnya terukur secara taktis. Rupiah membutuhkan mitigasi risiko taktis dengan dampak terukur jangka pendek. Kondisi Rupiah saat ini bukanlah hal normal yang dapat dihadapi melalui pendekatansuasif atau metode konvensional. Ini merupakan tanggung jawab Pemerintah dan tugas utama dari tim ekonomi terkini.




Oleh : Tumpal Sihombing
Chief Research Officer
Bestprofit Futures