Sunday 24 August 2014

Kinerja Manufaktur Kawasan Euro dan Tiongkok Menurun, Stabilitas Ekonomi Global Belum Kuat

Berdasarkan data yang sudah dirilis pekan lalu, dapat dilihat bahwa aktivitas sektor manufaktur di kawasan eropa dan tiongkok berjalan lambat. Melambatnya aktivitas di kedua wilayah ini disebabkan oleh meningkatnya ketegangan politik yang dipandang telah cukup mengancam perdagangan dan prospek stabilitas ekonomi global.
Seperti kita ketahui, PMI Manufaktur di kawasan euro jatuh menjadi 50,8 di bulan agustus ini dari 51,8 pada bulan Juli. Skor ini merupakan level terendah dalam 13 bulan terakhir. Kemudian di Tiongkok, indikator yang sama juga digunakan untuk mengukur, dimana PMI manfakturnya turun menjadi 50,3 pada bulan agustus dari 51,7.
Pemulihan perekonomian di kawasan euro yang telah terkena resesi terpanjang pada kuartal kedua lalu, terancam akan terus berkelanjutan hingga kuartal ketiga mendatang karea tingkat inflasi yang rendah dan sanksi yang diberikan kepada Rusia oleh pihak AS dan sekutu. Sedangkan di Tiongkok, perlambatan kredit menambah risiko bagi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini, akan kehilangan target pertumbuhannya pada tahun ini.
Ketegangan geopolitik masih akan berlanjut hingga beberapa bulan mendatang, kemudian penurunan aliran kredit atau pinjaman di Tiongkok juga terlihat konsisten sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Sedangkan pemulihan ekonomi di kawasan euro pun msdih terlalu lambat untuk membuat perubahan di pasar global.
Dari kawasan eropa sendiri, indikator komposit aktivitas di sektor manufaktur dan jasa turun menjadi 52,8 di bulan agustus dari 53,8 pada bulan Juli. Indikator ini juga mengisyaratkan terjadi stagnansi pertumbuhan terhadap 3 negara dengan ekonomi terkuat di Eropa antara lain Jerman, Prancis dan Italia, ketiga negara ini secara tiba-tiba mengalami kegagalan pertumbuhan. Dengan inflasi di bawah 1 persen sejak Oktober, tingkat pengangguran hampir mendekati rekor tertingginya dan risiko global meningkat.
Ketidakpastian geopolitik, khususnya krisis di Ukraina Timur, mengancam akan merusak pemulihan ekspor setidaknya untuk sementara waktu ini. Dan buntut dari krisis ini adalah  tingkat pengangguran yang tinggi serta daya beli masyarakat menurun.
Di Tiongkok, laju pertumbuhan kredit yang lebih lemah pada bulan Juli, memacu spekulasi pemerintah untuk menambah langkah-langkah kebijakan fiskal dan segera menerapkan kebijakan pelonggaran moneter untuk membantu perekonomian. Saat ini perekonomian Tiongkok masih cukup terbantu dari mulai pulihnya permintaan dari AS dan Eropa dalam kegiatan ekspor. Hal ini diprediksi akan mendukung target pertumbuhan pemerintah sebesar 7,5 persen i tahun ini.
Melihat fakta ini, dapat kita lihat secara garis besar bahwa saat ini pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju masih cukup terhambat lajunya dikarenakan faktor eksternal maupun internal dalam negeri sendiri.

Sumber : Vibiznews