Monday 18 August 2014

Redanya Konflik Ukraina, Antarkan Emas Turun Dibawah Level $1,300

BESTPROFIT FUTURES (19/8) - Emas turun di hari Senin ini akibat ancaman eskalasi konflik Ukraina yang tampaknya mereda untuk saat ini dan reli pada pasar ekuitas global dan menguatnya dollar telah mengantarkan harga emas bullion dibawah level $1,300 per ounce.

Russia menyatakan bahwa semua isu yang berhubungan dengan konvoi kemanusiannya ke Ukraina telah diselesaikan, akan tetapi belum ada kepastian yang mengarah kepada gencatan senjata atau solusi politik untuk konflik di timur Ukraina setelah pembicaraan antara Russia, Jerman, Perancis dan Ukraina pada hari minggu lalu.

Namun demikian eskalasi ketegangan masih tinggi setelah Ukraina menduga pasukan pemberontak pro-Russia pada hari Senin ini menyerang konvoi dengan tembakan  roket di dekat timur kota Luhansk, tetapi para separatis menyangkal guna bertanggung jawab akan hal tersebut.

Para analis menyatakan bahwa kegagalan emas guna melanjutkan reli safe-haven dapat mempengaruhi kenaikannya.

Spot emas turun sebesar 0.4% ke level $1,299.34 pukul 2:17 siang waktu New York , sementara emas berjangka U.S. COMEX untuk pengiriman bulan Desember ditutup turun sebesar $6.90 per ounce pada level $1,299.30.

Sementara dollar catat gain sebesar 0.2% terhadap mayoritas mata uang lainnya setelah sebelumnya mengalami penurunan mingguan ke-6 secara berturut-turut. Emas sering bergerak berlawanan terhadap mata uang AS tersebut.

Penurunan tajam pada harga minyak mentah  Brent juga memberikan tekanan kepada emas.

Pasar sedang menunggu pertemuan tahunan bank sentral di Jackson Hole, Wyoming, pada hariu Kamis mendatang, seperti juga pidato Ketua Federal Reserve Janet Yellen pada hari Jumat mendatang, yang akan memberikan isyarat mengenai waktu akan kenaikan suku bunga AS.

Ketegangan di Ukraina dan Timur Tengah telah memberikan kontribusi kepada kenaikan emas sebesar 8% sepanjang tahun 2014 ini, sehingga memicu permintaan.

Emas juga kembali gagal mendapatkan dukungan dari permintaan fisik pada mayoritas konsumen China dan India. (bgs)

Sumber : Reuters