BESTPROFIT FUTURES MALANG (28/4) - Ekonomi Tiongkok masih diragukan
akselerasi pertumbuhannya menjelang kuartal kedua tahun ini. Seperti
diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal pertama tahun
ini berada pada jalur terburuknya selama enam tahun terakhir.
Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu tersebut pada kuartal pertama
tertahan oleh jatuhnya pasar properti, melambatnya permintaan dari luar
negeri dan juga industri yang kelebihan kapasitas.
Untuk mengatasi masalah utang dan
efisiensi aktivitas ekonominya, pemerintah Tiongkok dikabarkan akan
memangkas jumlah konglomerasi badan usaha milik negara (BUMN) sehingga
menjadi hanya sebanyak 40 perusahaan BUMN saja yang akan beroperasi di
negara tersebut. Pemerintah setempat dikabarkan akan melakukan merger besar-besaran untuk merombak sektor yang berkinerja buruk.
Adapun yang menjadi target petama
konsolidasi tersebut adalah perusahaan di sektor komersial, khususnya di
industri yang kompetitif, seperti yang dilakukan oleh CSR Corp Ltd dan
China CNR Corp Ltd ketika saling bersaing untuk proyek-proyek di luar
negeri. Rencana restrukturisasi ini terlihat cukup penting bagi Presiden
Tiongkok, Xi Jinping, untuk meningkatkan performa ekonomi Tiongkok yang
masih melempem hingga kuartal pertama lalu.
Pemerintah Tiongkok juga tengah
meningkatkan upaya transparansi untuk menghindari tindakan korupsi,
terutama di sektor-sektor strategis. Sebagai informasi saat ini,
Tiongkok memiliki perusahaan BUMN sebanyak 112 konglomerasi, termasuk
277 perusahaan publik yang melantai di bursa saham Shanghai maupun
Shenzhen. Kapitalisasi pasar perusahaan publik tersebut mencapai 10
triliun yuan.
Diketahui bahwa hingga hari ini sudah
cukup banyak upaya yang dilakukan oleh bank sentral Tiongkok (PBOC) dan
pemerintah Tiongkok untuk menangkal perlambatan ekonomi yang lebih
parah. Pada bulan ini misalnya PBOC sudah memangkas kembali rasio
cadangan minimun perbankan untuk menggenjot aktivitas penyaluran uang ke
publik oleh sektor perbankan.
Sumber : Vibiznews