BESTPROFIT FUTURES MALANG (6/4) - Hingga hari ini, permasalahan di bidang
infrastruktur Indonesia masih kerap menjadi sorotan utama. Pasalnya,
ketertinggalan di bidang infrastruktur merupakan salah satu penyebab
pertumbuhan ekonomi Indonesia belum dapat mencapai potensi maksimalnya.
Ketertinggalan tersebut antara lain disebabkan belum adanya lembaga
pembiayaan khusus infrastruktur serta lemahnya kesadaran dalam
pembangunan infrastruktur.
Dalam forum diskusi mengenai Bank
Infrastruktur pada Kamis (2/4) di Jakarta, Menteri Keuangan Bambang P.S.
Brodjonegoro mengungkapkan, selama ini, pembangunan infrastruktur di
Indonesia masih mengandalkan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Padahal, kapasitas APBN untuk pembiayaan
infrastruktur sangat terbatas.
Ditambah lagi porsi APBN pada
tahun-tahun yang lalu masih sangat dibebani oleh belanja pemerintah yang
sifatnya mengikat, termasuk subsidi BBM (bahan bakar minyak), yang
konon pembiayaannya bisa menghabiskan Rp250 triliun, hal ini kemudian
yang menyebabkan alokasi untuk infrastruktur menjadi sangat
terbatas. Dengan kemampuan APBN yang terbatas tersebut, sebetulnya Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) diharapkan dapat menjadi salah satu harapan
bagi pembiayaan infrastruktur.
Namun sayang, BUMN yang khusus menangani
pembiayaan pembangunan infrastruktur pada masa lalu tersebut tidak
dapat memaksimalkan fungsinya. Dalam perkembangannya, Bapindo justru
mengarah menjadi bank umum, sehingga tidak dapat merealisasikan
pembiayaan infrastruktur. Kombinasi keterbatasan anggaran dan tidak
adanya BUMN yang khusus menangani masalah pembiayaan infrastruktur
tersebut, merupakan penyebab kurang berkesinambungannya pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Hal ini mengingat, tingginya permintaan tidak dapat
diimbangi dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai, sehingga
pertumbuhan ekonomi tidak dapat tumbuh seoptimal mungkin.
Analogi sebuah siklus pertumbuhan ekonomi itu dilihat dari sisi demand and supply. Jika demand tidak diimbangi sisi supply yaitu
infrastruktur, maka akan ada suatu titik dimana kita tidak bisa tumbuh
lebih tinggi lagi, bahkan mencapai target pertumbuhan sebesar 6 persen
saja cukup sulit.
Sumber : Vibiznews